Selasa, 31 Desember 2013

Penelitian komposisi media dan pemupukan N

Respon Pertumbuhan Bibit Tebu (Saccharum officinarum L.) terhadap Kajian Media dan Pemupukan Nitrogen pada Sistem Single Bud
(Response of Sugarcane Seedling Growth (Saccharum officinarum L.) to the Study of Nitrogen Media and Fertilization on Single Bud System)

Argaranu Bayu Aji 


Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan bibit tebu terhadap komposisi media dan dosis pupuk nitrogen (N) pasca transplanting dari persemaian I ke persemaian II. Penelitian bertempat di lahan percobaan UPT. Agrotechopark Universitas Jember, mulai Maret sampai dengan Juni 2013 dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data rata-rata setiap perlakuan yang diperoleh dibandingkan dengan menggunakan SEM (Standart Error of the Mean). Hasil penelitian menunjukkan komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit tebu. Komposisi media tanam yang menghasilkan pertumbuhan bibit terbaik ialah campuran media tanah dengan kompos 1:1. Perlakuan dosis N memberikan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit tebu, tetapi peningkatan dosis N hingga taraf 13,15 g/10 ℓ/m2 masih menunjukkan pertumbuhan yang linier.

Kata Kunci : Bibit tebu, Media tanam, dan Pupuk nitrogen (N)

Abstract
This research was intended to determine the response of sugarcane seedling growth to media composition and nitrogen (N) fertilizer dosage after transplanting from the seedling bedding I to seedling bedding II. The research was conducted at experimental land of UPT. Agrotechopark, University of Jember, from March to June 2013 by using a randomized block design (RBD). The average obtained data of each treatment were compared using SEM (Standard Error of the Mean). The research results showed that media composition provided a significant effect on the sugarcane seedling growth. The composition of media that produced the best seedling growth was mixture of soil and compost 1:1. N dose treatment gave a significant effected on sugarcane seedling growth, but the increase of N dose up to the level of 13.15 g/10 ℓ/m2 still showed linear growth.

Keywords : Sugarcane seedling, Media composition and nitrogen (N) fertilizer



PENDAHULUAN
Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang memiliki kadar gula tinggi. Produksi tebu yang belum optimal berdampak terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan gula dalam negeri. Produksi gula pada tahun 2012 mencapai 2,7 juta ton sedangkan kebutuhan gula nasional mencapai 3 juta ton [1]. Rendahnya Produksi tebu salah satunya dipengaruhi oleh produksi bibit yang ditanam langsung ke lahan (bagal, rayungan, lonjoran, dll) masih kurang efesien. Pembibitan dengan sistem tersebut lebih boros bahan tanam dan lahan, daya tumbuh bibit serta keserempakan tumbuh bibit tebu di lapang yang relatif rendah.
Penerapan pembibitan tebu sistem single bud perlu dipertimbangkan dalam upaya menghasilkan bibit yang memiliki daya tumbuh tinggi. Permasalahannya pada  sistem single bud masih rawan  terjadi stres (permasalahan adaptasi) ketika dilakukan pemindahan dari persemaian I ke persemaian II [2]. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut ialah dengan memanipulasi lingkungan tumbuhnya yakni dengan memodifikasi komposisi media dan dosis N yang diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon pertumbuhan bibit tebu sistem single bud terhadap komposisi media tanam dan pupuk N.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di UPT. Agrotechnopark Universitas Jember yang dilaksanakan mulai Maret sampai dengan Juni 2013. Bahan yang digunakan yaitu mata tunas varietas PS 862, pot tray, bedengan, pasir, sebuk gergaji, arang sekam, tanah ayakan, disinfektan, kompos, air, para-para, dan pupuk ZA. Rancangan penelitian yang digunakan ialah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kali ulangan. Perlakuan komposisi media tanam terdiri atas tanah : kompos 1:1 (A0); tanah : kompos : pasir 1:1:1 (A1), tanah : kompos : arang sekam 1:1:1 (A2); dan tanah : kompos : serbuk gergaji 1:1:1 (A3). Perlakuan dosis N terdiri atas      B0 = 0 g N/10 ℓ/m2; B1 = 2,63 g N/10 ℓ/m2; B2 = 5,26 g N/10 ℓ/m2; B3 = 7,89 g N/10 ℓ/m2; B4 = 10,52 g N/10 ℓ/m2; B5 = 13,15 g N/10 ℓ/m2. Data yang diperoleh diuji menggunakan metode SEM (Standart Erorr of the Mean).


HASIL DAN PEMBAHASAN
Daun merupakan organ yang berperan penting dalam proses fotosintesis yakni sebagai organ penyerap bahan baku fotosintesis (CO2) melalui stomata daun. Fotosintesis merupakan proses pembentukan fotosintat (cadangan makanan) dengan bahan baku CO2 dan H2O, sintesa fotosintat dapat berlangsung dengan bantuan cahaya matahari sebagai sumber energi.  Spesies tanaman budidaya yang efesien cenderung menginfestasikan sebagian besar awal pertumbuhannya dalam bentuk penambahan luas daun sehingga pemanfaatan sinar matahari lebih optimum [3].


Berdasarkan Gambar 1 tampak bahwa luas daun total bibit tebu cenderung meningkat seiring dengan penambahan dosis N. Peranan nitrogen bagi pertumbuhan tanaman ialah mendorong organ-organ yang berkaitan dengan fotosintesis yaitu daun [4]. Tanaman yang memiliki helaian daun lebih luas dengan kandungan klorofil yang lebih tinggi mampu menghasilkan fotosintat dalam jumlah yang cukup untuk menopang pertumbuhan vegetatif [5]. Bibit yang memiliki fotosintat dalam jumlah mencukupi lebih berpotensi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, tetapi jika suplai N berlebihan justru berpotensi menghambat pertumbuhan tanaman. Suplai N berlebihan menyebabkan daun menjadi lebih mudah terkulai karena pembentukan jaringan penguat yakni lignin dan selulosa terganggu [5].  Kondisi  daun  yang demikian sangat berpotensi menurunkan efisiensi serapan cahaya sehingga kemampuan daun untuk memproduksi cadangan makanan kemungkinan besar juga menurun.
Selain pemberian pupuk N dalam jumlah yang mencukupi, bibit yang berdaun luas juga ditunjang dari media tanam yang digunakan. Media tanam yang menghasilkan bibit dengan luas daun total paling tinggi ialah media A0. Kandungan bahan organik pada media A0 diduga lebih tinggi dibandingkan media lainnya karena porsi kompos pada media tersebut lebih tinggi. Bahan organik mengandung unsur hara lengkap (N, P, K, Ca, dan Mg), pH berkisar 5,5-8,5, struktur ringan, memiliki kapasitas pegang air dan drainase yang baik [6]. Bahan organik juga merupakan susbstrat alami untuk mikroorganisme saprofitik dan secara tidak langsung memberikan nutrisi melalui kegiatan mikroorganisme tanah [8]. Sementara bibit tebu yang ditumbuhkan pada media A3 memiliki daun paling sempit jika dibandingkan dengan perlakuan media lainnya  (Gambar 1).
Proses dekomposisi serbuk gergaji pada media A3 diduga belum sempurna sehingga hara yang terkandung didalamnya belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Campuran serbuk gergaji yang terdapat pada media A3 berasal dari sisa kayu sengon yang tergolong masih mentah. Serbuk gergaji kayu sengon mengandung lignin cukup tinggi yaitu 26,8% [7]. Kandungan lignin yang tinggi pada serbuk gergaji mengakibatkan proses mineralisasi berlangsung lambat karena lignin bersifat resisten terhadap serangan mikroba sehingga hara tersedia sedikit [8]. Hara yang ada pada media tidak dapat terserap secara maksimal karena adanya kompetisi antara tanaman dan mikroba dalam penggunaan hara N. Hasil penelitian menunjukkan kondisi daun sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit secara keseluruhan yang tercermin dalam berat kering total (Gambar 1 dan 4). Evaluasi kualitas bibit tebu dalam menghasilkan biomssa  total (gram) dalam selang waktu tertentu dapat dinilai dari laju pertumbuhan tanaman. 

        
Berdasarkan Gambar 2 diketahui bahwa bahwa laju pertumbuhan bibit tebu cenderung linier dengan dosis N yang diberikan, pemberian pupuk N meningkatkan laju pertumbuhan secara nyata. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan media yang baik belum belum cukup untuk menghasilkan laju pertumbuhan bibit secara maksimum. Bibit yang sama sekali tidak diberikan pupuk memberikan hasil laju pertumbuhan paling rendah. Rendahnya hasil dikarenakan tanaman tidak mendapat tambahan unsur hara dari pemupukan, sehingga tanaman hanya memanfaatkan unsur hara yang berada di sekitar tanaman [9]. Kekurangan unsur hara pada fase vegetatif menyebabkan organ tanaman kurang berkembang, sehingga berdampak langsung terhadap laju pertumbuhan tanaman. Bibit yang tidak diberi atau diberikan pupuk N dengan dosis rendah berdampak terhadap penurunan laju pertumbuhan bibit (Gambar 2).
 Berdasarkan Gambar 2 media A0 menunjukkan laju pertumbuhan bibit tertinggi. Peningkatan luas daun cenderung berkorelasi positif dengan laju pertumbuhan bibit tebu (Gambar 1 dan 2). Bibit yang berdaun lebih luas mempunyai kesempatan lebih besar untuk menyerap cahaya matahari dan CO2, sehingga produksi karbohidrat (cadangan makanan) meningkat. Hasil fotosisntesis ditranslokasikan dari pucuk (organ daun) sebagai sumber ke seluruh organ bibit tebu yang meliputi daun, batang, dan akar. Proporsi pembagian fotosintat antara tinggi dan diameter bibit dapat menggambarkan kekokohan bibit tebu.


Prediksi performa bibit dilapang salah satunya dapat dievaluasi melalui nisbah tinggi bibit dengan diameter (kekokohan). Bibit dengan nilai kekokohan yang relatif rendah cenderung memiliki daya tumbuh yang tinggi ketika dipindahkan ke lapang karena proporsi antara tinggi bibit dan diameternya mengarah pada keseimbangan atau proporsional. Kekokohan bibit tergolong ideal ketika nilai kekokohan berada dalam rentang 6,3-10,8 [10]. Berdasarkan Gambar 3 kekokohan bibit tebu berada pada rentang 8-12 sehingga sebagaian besar kekokohan bibit tebu dapat dikategorikan ideal. Hasil tersebut menunjukkan proporsi antara tinggi bibit dan diameter tergolong proporsional sehingga bibit tidak mudah rebah maupun patah ketika mendapat terpaan angin. Ketahanan bibit tebu terhadap terpaan angin selain ditunjang oleh batang yang kuat (berdiameter cukup besar) juga dibutuhkan perakaran bibit yang baik untuk menopang seluruh organ tanaman. Diameter bibit berkaitan erat dengan berat kering akar [11]. Bibit yang berdiameter besar kemungkinan juga memiliki berat kering akar yang lebih tinggi sehingga asupan air dan hara sangat di mungkinkan dapat terpenuhi dengan baik.
Performa pertumbuhan bibit secara keseluruhan dapat dinilai melalui biomassa yang dihasilkan (berat kering total). Biomassa merupakan integrasi dari hampir hampir semua peristiwa yang dialami tanaman sebelumnya sehingga lebih representatif untuk menunjukkan penampilan tanaman secara keseluruhan [4]. Peningkatan taraf dosis N cenderung  meningkatkan berat kering total (BKT) secara nyata, BKT merupakan akumulasi pertumbuhan yang dihasilkan selama pertumbuhan bibit tebu berlangsung.



Berdasarkan data yang diperoleh luas daun total  berkolerasi positif terhadap pertumbuhan bibit secara keseluruhan yang tercermin dari berat kering total bibit (Gambar 1 dan 4). Bibit yang berdaun lebih luas berpotensi untuk menghasilkan cadangan makanan (karbohidrat) lebih besar sehingga pertumbuhan dan perkembangan bibit lebih baik. Berdasarkan Gambar 4 perlakuan media tanam yang paling memberikan respon positif ialah A0, media tersebut menghasilkan berat kering total tertinggi. Hasil tersebut diperoleh karena diduga kandungan bahan organik yang ada pada media A0 paling tinggi, peranan bahan organik yang kaya akan hara sangat penting bagi pertumbuhan bibit. Selain itu bahan organik juga dapat membantu dalam konservasi hara tanah dengan mencegah erosi dan pencucian hara sehingga efisiensi serapan lebih tinggi [8].
Kesiapan bibit tebu untuk dapat dipindahkan ke lapang dapat dinilai melalui indeks mutu bibit. Penilaian indeks mutu bibit didasarkan pada berat kering total (BKT) dibagi rasio pucuk akar (RPA) ditambah dengan kekokohan bibit. Bibit yang memiliki nilai IMB > 0,09 dapat beradaptasi dengan baik ketika disalurkan ke lapang [12]. Nilai IMB yang dihasilkan dari berbagai media tergolong layak untuk disalurkan ke lapang atas karena nilai IMB yang diperoleh > 0,20 (Gambar 5) atau jauh melebihi standart minimumnya. Bibit dengan nilai IMB terbaik dihasilkan dari bibit yang disemaikan pada media A0. Bibit bermutu tinggi dapat dihasilkan melalui penggunaan medium yang cocok, pemberian pupuk sesuai kebutuhan, dan penyiraman yang cukup [13]. Hasil penelitian pengaruh penggunaan media terhadap pertumbuhan bibit mengarah pada kecocokan media A0 untuk digunakan sebagai media semai, meskipun demikian bibit pada media A0 pertumbuhannya lebih baik jika ditambahkan pupuk. 


Hasil penelitian menunjukkan bibit tebu yang tidak diberikan pupuk atau diberikan pupuk dengan dosis yang lebih rendah menghasilkan bibit dengan indeks lebih rendah (Gambar 5). Perlakuan 7,89 hingga 13,15 g N cenderung  meningkatkan  indeks mutu  bibit  secara nyata, meskipun demikian semua perlakuan dosis pemupukan masih menunjukkan kelayakan bibit untuk dipindahkan ke lahan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh indeks mutu bibit tebu pada umur 2,5 bulan > 0,20 sehingga dapat dikategorikan layak untuk dipindahkan ke lapang. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan indeks mutu bibit pada dua spesies tanaman mediteranean yaitu Pinus halepensis dan Pistacia lentiscus cenderung linier dengan kemampuan hidup bibit dilapang [14]. Evaluasi kualitas fisik (IMB) bibit meranti pada umur 11, 12, dan 14 bulan setelah tanam (BSS) berturut-turut 0,28; 0,26; dan 0,34, hasil tersebut menunjukkan ketiga tingkatan umur sudah layak ditanam, oleh karena itu agar efsiensi pekerjaan dapat dicapai sebaiknya bibit pada umur 11 BSS sudah ditanam dilahan [12]. Pemindahan bibit tebu dengan sistem pembibitan Bud Chip atau single bud melalui program suistainable sugarcane initiative (SSI) di India berkisar antara 25 hingga 35 hari setelah tanam [15]. Berdasarkan hasil tersebut diduga kuat bibit tebu sudah layak dipindahkan ke lapang sebelum berumur 2,5 bulan, oleh karena itu pengujian lanjut terkait umur pindah terhadap daya tumbuh bibit dilapang perlu dilakukan supaya diketahui korelasinya.


KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan komposisi media campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1 memberikan hasil pertumbuhan bibit tebu terbaik. Pemupukan N cenderung meningkatkan pertumbuhan bibit tebu, tetapi peningkatan dosis pemupukan N sampai dengan 13,5 g/10ℓ/m2 masih menunjukkan pertumbuhan yang linier.

SARAN
 Perlu dilakukan penelitian lanjutan berkaitan dengan hubungan antara kualitas bibit tebu SBN siap salur terhadap daya tumbuhnya di lapang supaya diketahui presentase keberhasilannya.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada UPT. Agrotechnopark Universitas Jember, atas izin dan fasilitas yang diberikan selama penelitian berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA
[1]   BUMN 2012. 2012. Produksi Gula Nasional Naik 30 Persen. http://www.bumn.go.id/ptpn10/publikasi /berita/2012-produksi-gula-nasional-naik-30-persen/. Diakses 11 Februari 2013
[2]   PTPN XI. 2011. Buku Panduan Teknis Pelaksanaan Pembibitan “Single Bud”. PT. Perkebunan Nusantara XI Pabrik Gula Semboro, Jember
[3]  Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitcheli. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan Herawati Susilo. Universitas Indonesia Press, Jakarta
[4]  Sitompul,S.M., dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada University Press, Yogyakarta
[5]  Wijaya, A. K., 2008. Nutrisi Tanaman Sebagai Penentu Kualitas Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka, Jakarta
[6]  Sumiasri, N., dan N. Setyowati. 2006. Pengaruh Beberapa Media pada Pertumbuhan Bibit Eboni (Diospyros celebica Bakh) Melalui Perbanyakan Biji. Jurnal Biodiversitas. Volume 7 (3) : 260-263
[7]   Ginting, A.R., N. Herliana, dan S.Y. Tyasmoro. 2013. Studi Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleorotus ostreatus) pada Media Tumbuh Gergaji Kayu Sengon dan Bagas Tebu. Jurnal Produksi Tanaman. Volume 1 (2) : 17-24
[8]  Rao, N.S.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Terjemahan Herawati Susilo. Universitas Indonesia, Jakarta
[9]  Kalyubi, M. 2011. Pengaruh Pupuk Hijau Calopogonium mucunoides dan Fosfor terhadap Sifat Agronomis dan Komponen Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays SACCHARATA STURT). Skripsi. Universitas Brawijaya, Malang
[10] Adman, B. 2011. Pertumbuhan Tiga Kelas Mutu Bibit Meranti Merah pada Tiga IUPHHK di Kalimantan. Jurnal Dipterokarpa. Volume 5 (2) : 47-60
[11] Binotto, A.F., A.D. Lucio, and S.J. Lopes. 2010. Correlations Betwen Growth Variable And The Dickson Quality Index In Forest Seedling. Lavras Journal. Volume 16 (4) : 457-474
[12Junaedi, A., A. Hidayat, dan D. Frianto. Kualitas Fisik Bibit Meranti Tembaga (Shorera leprosula Miq.) Asal Stek Pucuk pada Tiga Tingkatan Umur. Jurnal Penelitian Hutan Konservasi Alam. Volume 7 (3) : 281-288
[13Yuliarti, N., Y. Heryati, dan T. Rostiwati. 2009. Pengaruh Media Tanam dan Frekuensi Pemupukan Kompos terhadap Pertumbuhan dan Mutu Bibit Damar (Agathis loranthifolia Salisb.). Jurnal Agronomi. Volume 9 (2) : 59-66
[14Tsakaladimi, M., P. Ganatas, and D.J. Jacobs. 2012. Prediction of Planted Seedling Survival of Live Mediteranean Species Based on Initial Seedling Morphology. University of Aristoteles Thessaloniki Greece, Tehssaloniki
[15Guija, B., G.V. Loganandhan, M. Agarwal, and S. Dalai 2009. Suistainable Sugarcane Initiative Improving Sugarcane Cultivation in India. ICRISAT-WWF Project, Andhra Pradesh