Selasa, 25 Desember 2012

UJI DAYA SIMPAN BENIH DENGAN METODE RAPID ANGING METHOD (RAM)



UJI DAYA SIMPAN BENIH DENGAN METODE 
RAPID ANGING METHOD (RAM)




BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Penyimpanan benih penting untuk dilakukan dalam rangka menghasilkan benih yang berkualitas ketika proses pengriman selanjutnya sampai ketangan konsumen. Benih yang disimpan merupakan benih yang telah masak fisiologis, benih yang masuk pada masa fisiologis daya kecambahnya mencapai maksimum dimana bobot kering pada saat itu telah mencapai pada titik optimumnya. Pada saat masak fisologis viabilitas dan vigornya tinggi, viabilitas dan vigor yang tinggi akan berpengaruh secara nyata terhadap peningkatan produksi tanaman yang diusahakan. Oleh karena itu benih dipanen ketika mengalami masak fisiologis, setelah dipanen benih dirontokan dan dilakukan pengolahan, dan pada periode selanjutnya diberikan perlakuan yang baik agar masa simpannya lama.
            Benih yang disimpan dengan baik dan pengelolan teknik yang benar akan menghasilkan benih yang berkualitas baik dalam jangka waktu yang lama, atau bisa dikatakan kualitas benih dapat dipertahankan melalui penyimpanan yang baik. Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap masa simpan penih yang terutama adalah suhu, kelembaban, dan kadar air benih. Selain itu yang perlu diperhatikan supaya benih tidak diserang oleh hama kebersihan tempat penyimpanan harus diperhatikan. Untuk menguji benih yang disimpan termasuk benih yang unggul atau tidak salah satunya bisa dilakukan pengujian dengan metode RAM (Rapid anging method).
            Intinya metode pengujian benih dengan metode RAM adalah menekan kondisi benih pada kondisi kelembaban dan suhu yang tinggi. Pada kondisi kelembaban tinggi imbibisi benih akan meningkat sehingga kelembaban didalam benih juga meningkat, kelembaban yang meningkat dapat memicu serangan jamur. Sedangkan pada suhu yang tinggi menyebabkan kadar air benih banyak mengalami kehilngan, kehilangan banyak air berpengaruh terhadap kualitas benih yakni benih cenderung maudah mengalami kerusakan mekanis. Pengujian benih dengan kondisi yang tidak mendukung penting untuk dilakukan supaya ketahanan benih terhadap kondisi tersebut dapat diketahui. Benih yang tehan terhadap deraan suhu dan kelembaban yang tinggi jika dismpan dengan kondisi yang optimum masa simpannya akan lebih lama.

1.1  Permasalahan
Bagaimana cara menentukan ketahanan benih terhadap daya simpan benih sehingga mutu benih dapat dipertahankan?

1.2  Tujuan dan Manfaat
1.2.1     Tujuan
Untuk menentukan ketahanan benih terhadap daya simpannya dengan membuat kondisi yang menekan berupa kelembaban tinggi dan suhu tinggi.

1.2.2     Manfaat
Agar mahasiswa dapat menentukan ketahanan benih terhadap daya simpan benih sehingga mutu benih dapat terjaga.





BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
            Penyimpanan benih dalam rangka pembenihan mempunyai arti yang luas, benih yang disimpan merupakan benih yang telah mencapai kemtangan fisiologis sampai waktu tanam tiba, dapat pada tanaman, digudang atau dalam rangka pengiriman benih itu ketempat, daerah yang memerlukannya. Selama dalam masa penyimpanan, karena pengaruh beberapa faktor, keadaan atau mutu benih akan mengalami kemunduran atau deteriorasi (Kartasapoetra, 1992). Penyimpanan yang tepat yakni dengan membuat lingkungan penyimpanan bersih dan kelembaban dan suhu dapat diatur dengan sedemikian rupa sampai pada titk optimumnya akan memperpanjang masa simpan benih.
Permasalahan yang seringkali terjadi pada pengadaan benih adalah viabilitas yang cepat menurun jika penyimpanannya tidak tepat. Sortasi kelompok benih yang telah rendah kualitasnya secara sederhana dapat dilakukan melalui perendaman dalam suatu cairan (H2O, larutan sukrosa, KNO3, dll). Cara ini didasarkan pada perbedaan berat jenis dan kecepatan penyerapan - pelepasan air dari setiap individu. (Zanzibar, 2008). Penurunan viabilitas benih merupakan suatu indikasi kuat terjadinya proses kemunduran benih atau deterioras, penyebab kemunduran yang utama adalah kadar air yang terlalu sedikit atau terlalu banyak, suhu, dan kelembaban.
Benih yang teridikasi mengalami kemunduran daya simpannya akan menurun drastis. Kemunduran benih merupakan proses penurunan mutu secara berangsur-anngsur dan kumulatif serta  tidak dapat balik (irreversible)  akibat perubahan fisisologis  yang disebabkan oleh faktor  dalam. Proses penuaan atau mundurnya vigor secara fisiologis ditandai dengan penurunan daya berkecambah, peningkatan jumlah kecambah abnormal, penurunan  pemunculan  kecambah  di  lapangan  (field  emergence),  terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatnya kepekaan terhadap lingkungan yang ekstrim yang akhirnya dapat menurunkan produksi tanaman (Purwanti, 2004).
            Suhu penyimpanan dan kadar air benih merupakan faktor penting yang mempengaruhi masa hidup benih. Biasanya kadar air benih lebih besar pengaruhnya dari pada suhu. Pada kisaran suhu tertentu, umur penyimpanan benih sayuran, bunga – bungaan dan tanaman pangan menurun dengan meningkatnya suhu, kecuali benih – benih tertentu yang berumur pendek. Secara umum, viabilitas dan vigor benih menurun sejalan dengan meningkatnya suhu dan semakin lamanya benih terkena suhu tinggi, dan semakin meningkatnya kandungan kadar air benih. Pada suhu tertentu kerusakan berkurang dengan berkurangnya kadar air (Justice dan Bass, 1994; Terjemahan Rennie Roeslie).
Berdasarkan penelitian Atmaka dan Kawiji (2004) Perubahan  kadar air  selama penyimpanan terlihat peningkatan kadar air yang relatif lambat sampai hari ke-70 setelah penyimpanan. Selanjutnya peningkatan kadarair yang lebih besar terlihat sampai hari ke-112. Jagung varietas Arjuna secara umum mempunyai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedua varietas lainnya, khususnya pada pengamatan hari pertama dan setelah penyimpanan 112 hari.   Kondisi ini disebabkan karena tiap-tiap varietas secara genetik mempunyai kandungan air yang berbeda-beda dan mempunyai kemampuan menahan air yang berbeda-beda. Selain itu biji jagung yang disimpan dalam karung plastik tersebut senantiasa berusaha menyesuaikan diri pada kondisi lingkungan yang seimbang sehingga mengakibatkan peningkatan kadar air yang berbeda-beda pada tiap perlakuan suhu pengeringan.
Penentuan kadar air untuk penyimpanan benih salah satunya melalui pertimbangan genetis benih. Tiap benih orthodox meskipun jenisnya sama yakni membutuhkan kadar air yang rendah dalam penyimpanannya namun untuk lamanya benih dalam kondisi prima berbeda – beda. Hal tersebut dikarenakan faktor genetis masing – masing benih berbeda. Menurut Sudarmaji, et al., (1989) komposisi kimia benih seperti karbohidrat, protein, dan lemak dapat berpengaruh terhadap lama masa simpan suatu benih. Benih dengan kandungan protein tinggi seperti kedelai cenderung mudah pecah dibandingkan jagung yang kadar proteinnya lebih rendah. Oleh karena itu benih kedelai tidak bisa disimpan dalam waktu yang relatif lama karena rawan terjadi kerusakan mekanis.
Sebagai tanaman pangan, kedelai dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama. Caranya kedelai disimpan di tempat kering dalam karung. Karung-karung kedelai ini ditumpuk pada tempat yang diberi alas kayu agar tidak langsung menyentuh tanah atau lantai. Apabila kedelai disimpan dalam waktu lama, maka setiap 2-3 bulan sekali harus dijemur lagi sampai kadar airnya sekitar 9-11 % (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Untuk mengetahui ketahanan benih terhadap daya simpannya dengan membuat kondisi yang menekan berupa kelembaban tinggi dan suhu tinggi. Metode pengujian tersebut dikenal dengan istilah RAM (Rapid anging method), benih yang mempunya viabilitas dan vigor yang tingga akan tahan terhadap deraan kelembaban dan suhu yang tinggi.




BAB 3. METODOLOGI
3.1  Waktu dan Tempat
            Praktikum Uji Daya Simpan Benih Dengan Metode Rapid Aging Method (RAM) dilaksanakan pada hari Sabtu, 19 Nopember 2011, pukul 07.30 WIB. dan bertempat di Laboratorium Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1.      Beaker glass
2.      Krisper plastik
3.      Termometer
4.      Alat pengukur RH
5.      Alat pengukur kaar air benih atau tester
6.      Inkubator
7.      Alat pengecambah

3.2.2 Bahan
1.      Benih jagung
2.      Benih kedelai
3.      Substrat kertas merang
4.      Plastik

3.3 Cara Kerja
1.      Menyiapkan bahan dan alat yang digunakan.
2.      Megukur kadar air benih yang akan disiman dengan alat pengukur kadar air benih atau dengan metode oven.
3.      Memasukkan lembaran kertas merang yang basah dalam dasar krisper dan bagian dalam tutup krisper diberi lapisan kertas merang yang kering untuk menyerap air yang berkondensasi.
4.      Meletakkan benih yang akan diuji dalam beaker glass terbuka dan memasukkan dalam krisper dengan keadaan tertutup (ada dua ulangan).
5.      Menempatkan krisper dalam inkubator yang berkelembaban nisbi (RH) 100% dan suhu 40 °C selama empat hari (4 x 24 jam). Memasukkan benih dalam kaleng sebagai pembanding (kontrol) dan menutup rapat.
6.      Menanam masing-masing benih sebanyak 25 butir dalam substrat kertas dengan metode uji UKDdp.




VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil
Tabel 4.1 Hasil pengukuran kadar air benih














Tabel 4.2 Perkecambahan benih




















4.2  Pembahasan
Kondisi lingkungan yang optimum dan kebersihan tempat penyimpanan berpengaruh positif terhadap lamanya masa simpan benih. Kadar air merupakan salah satu kunci penyimpanan, benih dapat dipertahankan pada kualitas yang baik. Pada prinsipnya benih terbagi atas dua jenis berdasarkan kebutuhan kadar air optimum dalam penyimpanan. Benih yang membutuhkan kadar air relatif rendah dalam penyimpanan disebut benih orthodox, benih tersebut optimal disimpan dengan kadar air 10 – 14%, contohnya kedelai, padi, jagung, dan gandum.
Sebaliknya benih yang membutuhkan kadar air tinggi selama penyimpanan tergolong benih rekalsitran, pada benih kakao yang tergolong rekalistran kadar air optimal selama penyimpanan berkisar 40 – 50 %. Tetapi yang perlu diingat benih rekalsitran tidak bisa disimpan terlalu lama, hal ini berkaitan dengan potensi hilangnya kadar air secara drastis karena sesuatu hal yang menyebabkan benih rusak. Selain itu menurut beberapa peneliti masa simpan benih rekalsitran secara genetis memang lebih rendh dibandingkan benih orthodox. Benih orthodox bisa disimpan hingga bertahun – tahun jika kondisi penyimpananya optimum, tetapi ada juga benih orthodox yang masa simpannya pendek misalnya kedelai yang hanya tahan ± 3 bulan. Hal tersebut terjadi karena benih mempunyai karakteristik yang berbeda dalam hal ini susunan komposisi kimia dan sifat fisiologis benih.
Menurut Hasanah (2002) Benih ortodok umumnya dimiliki oleh spesies – spesies tanaman setahun, dua tahun (bienial) dengan ukuran benih kecil. Benih ortodok tahan pengeringan sampai kadar air mencapai 5% dan dapat disimpan pada suhu rendah. Daya simpan benih dapat diperpanjang dengan menurunkan kadar air dan suhu. Berbeda halnya dengan Benih rekalsitran, benih tersebut tidak tahan disimpan pada suhu dibawah 200C. Beberapa spesies tanaman tropis yang mempunyai sifat rekalsitran atau peka terhadap suhu rendah adalah kemiri, kayu manis, pala, kelapa, dan palma lainnya. Kelompok tanaman ini menghasilkan benih yang tidak pernah kering pada tanaman induknya, bila gugur benih masih dalam kondisi lembab dan mati apabila kadar air kritis. Benih yang disimpan dalam kondisi yang lembab daya hidupnya relatif pendek bergantung spesiesnya. Faktor – faktor yang mempengaruhi benih selama penyimpanan antara lain sebagai berikut :
1. Kadar air
            Salah satu sifat benih yang perlu diketahui adalah benih bersifat higroskopis, artinya benih mampu menyerap dan mengeluarkan air berdasarkan kebutuhannya menuju keseimbangan. Keseimbangan akan dicapai jika benih cenderung tidak melakukan aktivitas penyerapan dan pelepasan air. Pada kondisi dimana kadar air terlalu tinggi akan berpengaruh terhadap naiknya kelembaban dan respirasi benih sehingga energi yang dilepaskan untuk kegiatan tersebut terlalu banyak. Banyaknya energi yang terlepas untuk respirasi menyababkan benih kehilangan banyak energi untuk perkecambahan, akibatnya benih dapat mengalami kemunduran atau perkecambahan benih terhambat. Benih cenderung berkecambah abnormal bahkan benih yang ketahanannya sangat rendah akan mati. Sebaliknya pada lingkungan dengan kadar air yang terlalu rendah benih tidak bisa menyerap air dalam jumlah yang cukup yang menyebabkan benih mudah mengalami keruskan mekanis.
2. Kelembaban
            Kelembaban yang tinggi terjadi jika kadar air benih terlalu tinggi dengan suhu yang tinggi pula. Banyaknya air yang diserap oleh benih melalui mekanisme higroskopis akan meningkatkan kelembaban, pada kelembaban yang tinggi benih sangat rentan terhadap serangan penyakit terutama jamur. Benih yang terserang jamur sebagian besar tumbuh abnormal dan mati bergantung vigor benih. Untuk mengetahui kelembaban yang optimal untuk penyimpanan benih dilakukan dengan mengukur kelembaban yang didasarkan padar grafik isotherma absorbsi yang menunjukan kaitan dari kandungan benih dengan kelembaban relatif udara pada suhu tertentu.
3. Suhu

            Suhu udara dapat mempengaruhi proses biokimia maupun organisme lainnya untuk aktif. Proses biokimia serta aktifitas serangga, jamur dan bakteri dapat terhambat pada kondisi suhu di bawah 8-10 C. Pada kondisi demikian dapat mengakibatkan kerja enzim yang terkandung di dalam benih dalam fase istirahat, sehingga dengan demikian baik enzim yang terdapat di dalam benih, serangga, bakteri maupun jamur tidak aktif. Oleh karena itu, benih dapat aman apabila dikondisikan pada suhu tersebut.
4. Jenis Benih
            Jenis serealia yang berbeda, dalam penyimpanan dibawah keadaan atau persyaratan yang sama, umumnya daya simpannya akan berbeda pula. Hal ini berarti jenis yang satu lebih lambat kehilangan daya tumbuhnya, sedang jenis benih yang lainnya akan lebih cepat. Kejadian demikian akan terjadi pula pada jenis benih yang berlainan varietasnya, bila mengalami penyimpanan umur simpannya berbeda – beda (Kartasapoetra, 1992).
5. Kandungan O2 dan CO2
            Benih dengan kadar air dibawah 10% akan dapat bertahan lebih lama, apabila CO2 pada udara disekeliling benih tersebut kenyataannya lebih tinggi daripada  O2 pada udara itu. Benih dengan kadar air lebih dari 14% akan lebih pendek umurnya karena uap air disekeliling benih itu akan menurunkan O2 nya dan menaikan CO2 pada udara tersebut (Kartasapoetra, 1992).
6. Cahaya
Jenis benih yang memiliki tipe ortodoks tidak dapat dipengaruhi oleh cahaya pada saat pentimpanan. Jenis-jenis benih yang foto-dormansi, yaitu benih yang akan berkecambah pada saat ada ransangan cahaya harus diperhatikan dalam proses penyimpanan. Karena cahaya yang diterima oleh benih akan merangsang benih untuk berkecambah. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pada saat melaksanakan penyimpanan benih harus memperhatikan sifat dari benih terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas benih. Pengkondisian yang sesuai dengan sifat benih akan sangat menjaga kualitas fisik-fisiologik dari benih yang disimpan. Oleh karena itu, implikasinya kepada teknik penyimpanan benih. Pada dasarnya semua teknik penyimpanan benih dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa benih yang disimpan harus kompatibel antara kondisi lingkungan serta sifat dari benih.
            Uji daya simpan benih dalam praktikum, dilakukan dengan metode RAM (Rapid anging method). Metode ini bertujuan menguji daya tahan benih dengan tekanan atau deraan suhu dan kelembaban yang tinggi. Benih yang dapat berkecambah dengan normal pada kondisi tersebut diasumsikan sebagai benih vigor yang diharapkan bila digunakan sebagai bahan tanam pada lahan yang sesungguhnya dapat tumbuh dengan optimum sehingga produksi yang dihasilkan tinggi. Pada krisper benih dilakukan dua perlakuan yakni kontrol dan RAM, benih yang digunakan dalam praktikum adalah jagung dan kedelai.
            Benih jagung dan kedelai yang digunakan ada dua jenis yakni jenis A dan B, sebelum dilakukan pengujian benih dengan tekanan kelembaban dan suhu tinggi (RAM) benih terlebuh dahulu dilakukan pengukuran kadar air. Berdasarkan pengukuran kadar air yang telah dilakukan kadar air benih dapat digolongkan optimal untuk penyimpanan benih kecuali pada kedelai A yang mana kadar airnya hanya 8,64%. Kadar air optimal untuk penyimpanan benih ortodox adalah 10 – 14%, kadar air yang terlalu rendah pada benih ortodoks dapat memicu terjadinya kerusakan mekanis pada benih terutama benih kedelai. Kerusakan mekanis yang dimaksud misalnya benih mengalami pecah – pecah atau terluka maupun kulit benih terkelupas. Dari hasil penghitungan kadar air berturut - turut jagung A mengandung 12,68%, jagung B 11,2%, dan kedelai B 10,52%.
            Setelah dilakukan pengukuran kadar air benih dilakukan uji RAM, benih yang ditempatkan pada krisper dengan berbagai perlakuan diletakkan kedalam inkubator selama (4 x 24 jam), dengan kelembaban nisbi (RH) 100% dan suhu 400 dalam kaleng dan ditutup dengan rapat. Kaleng atau botol film didalam krisper ada yang dilubangi dan ada juga yang tidak dilubangi, pada botol film yang tidak dilubangi kadar air dan suhu cenderung terjaga, sedangkan yang dilubangi tekanan kelembaban dan suhu akan sangat berpengaruh terhadap kualitas benih.
Suhu tinggi dihasilkan dari inkubator, sedangkan kelembaban tinggi berasal dari krisper bagian tutup yang dibagian atasnya diberikan kertas merang sehingga air yang dilepaskan benih melalui mekanisme higroskopis akan terserap pada bagian kertas merang. Sifat higroskopis benih adalah menyerap dan melepaskan air, air yang apa pada kertas merang tersebut lama kelamaan akan bertambah sehingga kelembaban akan naik dan saat diserap kembali oleh benih air berlimpah. Air tidak hanya dihasilkan melalui proses penguapan benih, melainkan juga dihasilkan pada areal udara yang banyak mengandung air pada inkubator sebelum ditutup, adanya kertas merang dibagian tutup krisper mengkibatkan terjadinya kondensasi.
                Kondensasi atau pengembunan adalah perubahan wujud benda ke wujud yang lebih padat, seperti gas (atau uap) menjadi cairan. Kondensasi terjadi ketika uap didinginkan menjadi cairan, tetapi dapat juga terjadi bila sebuah uap dikompresi (yaitu, tekanan ditingkatkan) menjadi cairan, atau mengalami kombinasi dari pendinginan dan kompresi. Cairan yang telah terkondensasi dari uap disebut kondensat. Sebuah alat yang digunakan untuk mengkondensasi uap menjadi cairan disebut kondenser. Kondenser umumnya adalah sebuah pendingin atau penukar panas yang digunakan untuk berbagai tujuan, memiliki rancangan yang bervariasi, dan banyak ukurannya dari yang dapat digenggam sampai yang sangat besar. Kondensasi uap menjadi cairan adalah lawan dari penguapan  (evaporasi) dan merupakan proses eksothermik (melepas panas). Air yang terlihat di luar gelas air yang dingin di hari yang panas adalah kondensasi (Wikipedia, 2011). Oleh karena itu benih yang mendapat perklakuan RAM yakni dengan botol film dilubangi ketika dilakukan pengujian perkecambahan daya kecambahnya sangat rendah, sebegian besar benih banyak yang mati.
Hasil uji perkecambahan benih menunjukan pada perlakuan kontrol menunjukan perkecambahan yang jauh lebih tinggi dibandingkan perlakuan RAM pada semua perlakuan. Daya perkecambahan benih pada perlakuan kontrol lebih dari 84%, seperti yang dijelaskan sebelumnya benih kontrol diletakkan pada botol film yang tertutup rapat (kedap udara) sehingga tidak terpengaruh oleh tekanan kelembaban dan suhu tinggi. Daya kecambah paling tinggi diperoleh pada perlakuan kontrol pada jagung B dimana pada ulangan 1 benih yang berkecambah normal sebanyak 25 atau 100%.
Hasil yang jauh berbeda ditunjukan pada perlakuan RAM, sebagian besar benih yang dikecambahkan setelah diletakkan didalam inkubator selama 4 hari benih mati atau tumbuh abnormal. Pada kedelai B hari ke-3 setelah perkecambahan benih mati 100% baik ulangan 1 dan 2, hal yang sama juga terjadi pada kedelai A pada hari ke-5 setelah perkecambahan benih yang hidup adalah 0%.
Benih jagung menunjukan  respon yang berbeda terutama pada jagung A, ulangan 1 beih yang tumbuh secara normal sebanyak 17 benih atau 68%, dan ulangan 2 sebanyak 15 atau 60%. Hasil ini menunjukan bahwa vigor jagung A terhadap suhu dan kelembaban tinggi sangat tinggi, sehingga kemungkinan besar benih jagung A sangat baik untuk dijadikan sebagai bahan tanam. Pada jagung B meskipun ada benih yang tumbuh normal tetapi presentasenya sangatlah kecil yakni 16% pada ulangan 1 dan 12% pada ulangan 2. Tetapi hasil tersebut setidaknya lebih baik dibandingkan hasil perkecambahan pada benih kedelai.
            Tingginya vigor jagung dibanding kedelai terhadap perlakuan RAM sangat dipengaruhi oleh faktor genetis, dimana struktur jagung yang lebih keras sehingga embrio yang ada pada titik tumbuh tidak mengalami kerusakan. Selain itu benih yang sehat cadangan makananya akan cukup yang dapat digunakan embrio untuk metabolismenya dalam upayanya untuk berkecambah. Sedangkan pada benih kedelai teksturnya yang tidak keras sangat dimungkinkan dengan tekanan suhu dan kelemban yang tinggi mengakibatkan terjadinya denaturasi protein, lemak, dan karbohidrat bahkan embrio sehingga sebagian besar benih kedelai mati.
Beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam proses penyimpanan benih supaya mutu benih tetap terjaga selama penyimpananan antara lain :
1.  Benih yang akan disimpan sebaiknya dikemas dengan menggunakan kemasan yang baik, seperti menggunakan plastik, baik maupun wadah yang cukup kedap udara.
2. Mengkondisikan benih yang dipak oksigennya tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah. Untuk mengkondisikannya dapat dilakukan dengan menggunakan vakum maupun penyedot udara.
3.     Wadah yang digunakan ditutup rapat agar tidak terjadi perubahan oksigen selama penyimpanan.
4.   Dapat juga memberikan karbon di wadah yang digunakan. Pemberian karbon dapat membantu untuk mengikat oksigen yang terdapat di dalam wadah.
5.    Karbon dapat diberikan dengan cara menggunakan arang maupun abu serta hembusan asap lilin ke dalam wadah.
6.   Perhatikan kadar air benih yang disimpan, apabila benih masih memiliki kadar air yang tinggi sebaiknya diturunkan dulu.
7.    Perhatikan bahan karbon yang dimasukkan ke dalam wadah (karbon harus benar-benar dalam kondisi kering). Penggunaan bahan karbon yang basah dapat mengakibatkan meningkatnya kadar air benih.
8.     Simpan benih dalam kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai dengan persyaratan. Ruang penyimpanan dapat berupa DCS, refigerator maupun ruangan yang telah diset dengan suhu yang baik untuk proses penyimpanan. Untuk benih-benih tertentu (ortodoks) dapat disimpan dalam ruang suhu kamar, apabila penyimpanan benih tidak terlalu lama.
Pada prinsipnya tempat penyimpanan yang baik harus memenuhi beberapa kriteria seperti (1) mengurangi metabolisme benih, hal ini penting supaya energi yang digunakan benih tidak banyak terbuang percuma misalnya untuk respirasi yang berlebih atau respon dari luka yang mungkin muncul. Banyaknya energi yang terbuang percuma menyebabkan benih mengalami kemunduran (2). Kemunduran benih ditandai dengan kerusakan mekanis, daya kecambah rendah, terjadi peningkatan kecambah abnormal, peka terhadap radiasi dan lain sebagainya. (3) Kondisi penyimpanan yang ideal harus dapat meminimalisir keberadaan serangga, jamur, dan penyebab penyakit lainnya yang dapat menurunkan kualitas benih. Cara untuk meminimalisir serangga dan penyebab penyakit adalah dengan menjaga kelembaban, suhu, dan kadar air yang optimal untuk penyimpanan benih.
Berdasarkan hasil yang diperoleh kualitas benih yang diperlakukan pengukuran derajat kemunduran dengan metode RAM (Rapid anging method) secara keseluruhan mengalami penurunan drastis, terutama pada kedelai dimana benih mati 100%. Metode pengujian derajat kemunduran RAM pada intinya adalah menekan kondisi benih pada kondisi kelembaban dan suhu yang tinggi untuk mengetahui vigor benih dengan metode tersebut.
Justise dan Bass (1994) melaporkan hasil rata – rata dua periode simpan benih sayuran menunjukan bahwa daya kecambah benih menurun sejalan dengan meningkatnya suhu suhu atau kelembaban nisbi selama penyimpanan. Setelah 110 hari, rata – rata daya kecambah benih yang disimpan pada suhu 100C dan kelembaban nisbi 81% hanya berbeda 0,6% dari benih yang disimpan pada suhu 26,70C pada kelembaban nisbi 44%. Tetapi setelah 250 hari rata – ratanya berbeda 4,1%. Hasil penelitian tersebut jelas menunjukan bahwa benih yang disimpan pada suhu dan kelemban nisbi yang tinggi akan terjadi penurunan kualitas secara drastis. Banyaknya benih kedelai yang mati sewaktu dikecambahkan menunjukan bahwa vigor benih kedelai lebih rendah dibandingkan jagung, jagung dengan perlakuan RAM daya kecambahnya juga lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan normal.




BAB 5. KESIMPULAN  

1. RAM adalah suatu metode untuk menguji derajat kemunduran benih dengan deraan suhu dan kelemaban tinggi.
2. Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa daya kecambah benih dengan perlakuan RAM adalah 0%, sedangkan untuk kedelai kontrol diatas 84%. Benih jagung dengan perlakuan RAM daya kecambahnya jauh lebih tinggi dibandingkan kedelai perlakuan RAM.
3.  Kelembaban dan suhu tinggi berpengaruh nyata terhadap penurunan daya kecambah dan vigor benih.
4.  Benih jagung A menunjukan vigor paling tinggi dibanding perlakuan yang sama pada benih lain dengan daya kecambah 68% pada ulangan 1 dan 60% ulangan 2.




DAFTAR PUSTAKA

Atmaka dan Kawiji. 2004. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kualitas Tiga Varietas Jagung (Zea mays L.). Surakarta : UNS Press

Hasanah. 2002. Peran Mutu Fisiologik Benih dan Pengembangan Industri Benih Tanaman Industri. Jurnal Litbang Pertanian. Volume 21 (3) : 84 – 92

Justice dan Bass. 1994. Prinsip Praktek Penyimpanan Benih. Jakarta : PT Grafindo Persada. Diterjemahkan oleh Rennie Roesli

Kartasapoetra. 1992. Teknologi Benih Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum. Jakarta : Rineka Cipta

Purwanti, S. 2004. Kajian Suhu Ruang Simpan Terhadap Kualitas Benih Kedelai  Hitam Dan Kedelai Kuning. Ilmu Pertanian 11(1): 22-31.

Rukmana, dan Yuniarsih. 1996. Kedelai, Budidaya Pasca Panen. Yogyakarta : Kanisius.

Sudarmadji S, Bambang Haryono, Suhardi. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Penerbit Liberty

Wikipedia. 2011. Kondensasi. http://id.wikipedia.org/wiki/Kondensasi. diakses 13 Desember 2011

Zanibar, M. 2008. Metode Sortasi Dengan Perendaman Dalam H2o Dan Hubungan Antara Daya Berkecambah Dan Nilai Konduktivitas Pada Benih Tusam (Pinus merkusii Jungh et de Vriese). Jurnal Standardisasi 10(2) : 86 –  92.































Senin, 24 Desember 2012

PROGRAM PENGEMBANGAN JAGUNG DI INDONESIA UNTUK MENGATASI IMPOR


PROGRAM PENGEMBANGAN JAGUNG DI INDONESIA 
UNTUK MENGATASI IMPOR




BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Jagung adalah tanaman semusim yang dapat tumbuh optimal pada ketinggian maksimum 1300 m dpl, dengan suhu 230C - 270C. Iklim tropis hingga sub-tropis merupakan daerah yang cocok untuk pertumbuhan jagung sehingga dapat diperoleh produksi yang tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang membudidayakan jagung, hal tersebut sangat didukung oleh sumber daya alam yang relatif baik. Selain itu, Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris, yakni sebuah negara yang mengutamakan kegiatan perekonomiannya dibidang pertanian, terbukti 60% lebih penduduk Indonesia bekerja sebagai petani. Faktor pendukung lain adalah luas lahan pertanian yang jauh lebih luas dibandingkan dengan sebagian besar negara lainnya serta jumlah penduduk yang besar.
            Beberapa kelebihan tersebut ternyata tidak berbanding lurus dengan produksi jagung yang besar dan berkualitas. Berdasarkan potensi sumberdaya yang ada, seharusnya Indonesia bisa menjadi salah satu negara penghasil jagung utama dunia, namun hal itu tidak terjadi. Indonesia terus melakukan impor jagung dari negara lain tiap tahunnya, hal tersebut sangat ironis mengingat potensi yang dimiliki Indonesia. Impor jagung yang dilakukan Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya cuaca yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit, varietas yang budidayakan sebagian besar produksinya rendah. Aplikasi teknologi yang rendah, belum termanfaatkannya lahan marginal secara optimal, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kepentingan petani, dan  harga jual jagung yang rendah juga berkontribusi menghambat produksi jagung di Indonesia.
       Adanya berbagai permasalahan tersebut telah mendorong berbagai pihak berupaya dalam meningkatkan produksi jagung. Upaya yang telah dilakukan diantaranya mengembangkan dan membudidayakan varietas hibrida, memanfaat - kan lahan marginal sebagai lahan tanam jagung, dan mengolah jagung menjadi produk yang bernilai jual tinggi. Harga jagung yang kompetitif perlu di upayakan oleh pemerintah supaya minat petani untuk membudidayakan jagung meningkat yakni dengan membatasi impor dan mendukung permodalan serta pelatihan maupun sosialisasi teknis budidaya jagung yang baik.

FIELD TRIP MORFOLOGI TANAMAN KELAPA SAWIT

MORFOLOGI TANAMAN KELAPA SAWIT



I. PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Kelapa sawit merupakan bahan baku utama dalam pembuatan minyak goreng komersial, permintaan kelapa sawit terus meningkat tiap tahunnya karena minyak goreng sejalan dengan naiknya kebutuhan masyarakat. Menambah produksi kelapa sawit penting untuk dilakukan supaya kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi, budidaya kelapa sawit sebagian besar berada di luar jawa khususnya di Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi. Pertanaman kelapa sawit umumnya di lakukan sebagian besar oleh perkebunan BUMN da perkebunan swasta nasional dengan sistem plasma dengan perkebunan rakyat hingga perusahaan swasta. Hasil olahan kelapa sawit yang dijual dalam bentuk minyak mentah atau CPO (Crude palm oil), selain di pasarkan ke dalam negeri baik berupa CPO maupun dalam bentuk produk olahan kelapa sawit juga di ekspor ke luar negeri karena produksinya tinggi.
Mengingat kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekspor andalan non-migas, penanaman, perawatan, pemeliharaan harus dilakukan dengan baik untuk menunjang dihasilkannya produk yang prima pada saat panen pasca panen dan pemasaran. Mengenali morfologi kelapa sawit merupakan dasar yang penting untuk menentukan teknik pemeliharaan, penanaman dan perawatan kelapa sawit. Berdasarkan informasi dari berbagai sumber diketahui bahwa kelapa sawit merupakan tanaman penyerbuk silang, artinya letak kelamin jantan dan betina berada pada bunga yang berlainan (berumah dua). Keberhasilan penyerbukan kelapa sawit dapat didorong dengan pembiakan serangga penyerbuk khusus yang mengedar-kan serbuk sari pada putik bunga betina.
Penampakan luar atau morfologi lain yang perlu dicermati dan dipahami adalah bentuk daun, akar, batang, dan biji. Mempelajari dan memahami karakteristik morfologi /organ luar kelapa sawit kelapa sawit digunakan sebagai dasar untuk mengelola khususnya pemeliharaan dan perawatan kelapa sawit yang tepat supaya pertumbuhannya baik sehingga menghasilkan hasil optimal. Penerapan pemahaman terhadap morfologi kelapa sawit untuk pemeliharaan tanaman misalnya dengan mempelajari karakteristik biji kelapa sawit sebagai bahan tanam. Karakteristik biji kelapa sawit berdasarkan tipe perkecambahannya tergolong tumbuhan berkeping satu (monokotil), berdasarkan kadar air benihnya termasuk benih rekalsitran. Benih rekalsitran membutuhkan perawatan khusus, dan umumnya lebih pendek dibanding benih orthodox yang berkadar air rendah. Biji kelapa sawit digunakan sebagai salah satu bahan tanam, benih yang berkualitas dapat dihasilkan melalui perlakuan yang baik sesuai karakteristik benih. Tetapi dewasa ini perbanyakan kelapa sawit umumnya banyak dilakukan dengan memanfaatkan teknologi kultur jaringan, alasannya lebih cepat, banyak, dan sifat unggul dapat dipertahankan. 
Mempelajari morfologi kelapa sawit yang baik selain dapat dilakukan dengan studi pustaka juga diperlukan studi langsung dilapang, misalnya dalam kegiatan filed trip atau kunjungan lapang. Pelaksanaan field trip diharapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menganalisis intensifikasi teknologi kelapa sawit meningkat karena dilakukan dengan mempelajari obyeknya secara langsung. Pelaksanan field trip penting untuk dilakukan untuk memperkaya teori yang sudah diperoleh yang disinergikan dengan pengalaman dilapang sehingga wawasan yang diperoleh lebih kaya. Kegiatan field trip memungkinkan mahasiswa untuk berdiskusi mengenai pengelolaan kelapa sawit secara nyata dilapangan yang tidak hanya terpaku pada teknis budidaya. Selain teknis budidaya didalam pelaksanaan field trip juga dapat didiskusikan mengenai pengelolaan manajemen pengaturan kerja, pengelolaan limbah, pengelolaan hasil, dan hukum atau perundangan yang berlaku. Kegiatan field trip secara keseluruhan penting untuk dilakukan untuk memperkaya pengetahuan, wawasan, pengalaman, dan keterampilan yang berguna untuk dijadikan modal dalam dunia kerja.

1.2  Tujuan
1. Memberikan wahan aplikasi keilmuan bagi mahasiswa.
2.  Memberikan pengalaman dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menganalisa intensifikasi teknologi budidaya Kelapa Sawit.




II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) saat ini merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting di sektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya, hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Balai Informasi Pertanian, 1990; Khaswarina, 2001). Perkembangan ekspor yang terus meningkat disertai dengan harga yang semakin membaik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit cukup potensial untuk dikembangkan (Khaswarina, 2001).

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (CPO- crude palm oil) dan inti kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia.  Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Selama 14 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 2,35 juta ha, yaitu dari 606.780 ha pada tahun 1986 menjadi hampir 3 juta ha pada tahun 1999 (Manurung., Togu. G.E., 2001). Oleh karena itu mempelajari morfofisologis kelapa sawit sangat penting guna menghasilkan produksi kelapa sawit yang optimal yakni mendekati potensi genetisnya.
            
Tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh (brondolan) dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Disamping itu ada kriteria lain tandan buah yang dapat dipanen apabila tanaman berumur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh kurang lebih 10 butir, jika tanaman berumur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh sekitar 15-20 butir (Utama dan Widjadja, 2004).
            
Kelapa sawit merupakan tanaman yang menyerbuk silang sehingga benih yang dihasilkan tidak seragam sifatnya dan sifat unggul tidak dapat dipertahankan. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan bibit unggul maka varietas hibrida tenera diperbanyak melalui kultur jaringan. Kelapa sawit hasil perbanyakan kultur jaringan seringkali menghasilkan buah dan bunga abnormal, berbeda dengan tanaman dari benih. Tanaman yang berasal dari benih sering terjadi abnormalitas saat mulai berbunga, namun menjadi stabil berbunga dan berbuah normal pada umur 2,5 tahun (Hetharie, et al., 2006).
            
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah yang diseb but pericarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung minyak (6). Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida (7) (Pasaribu, 2004).
            
Pemanfaatan teknik kultur jaringan dalam skala besar dihmbat oleh adana fenotip buah bersayap kira – kira 5,69% pada klon PPKS atau 5 – 10% pada semua klon yang diregenerasi. Menurut Tandon et al., (2001) dalam (Hetharie, et al., 2006)  pistil kelapa sawit mempunyai stigma berbentuk cuping (trilobe) yang membentuk tiga lokul pada dasar ovari. Pada tiap lokul terdapat ovul sehingga pistil kelapa sawit dikatakan sebagai ginoesium dengan tiga karpel. Sedangkan bunga jantan mempunyai enam atau tujuh stanmen, tiap rangkaian buinga jantan menghasilkan serbuk sari 40-60 g.

            

Mathius, et al (2001) melaporkan tanaman kelapa sawit mempunyai tipe perakaran dangkal sehingga umumnya tidak toleran terhadap cekaman kekeringan, yang sangat membatasi pertumbuhan dan produksi. Cekaman kekeringan dapat menghambat pembukaan pelepah daun muda, merusak hijau daun yang menyebabkan daun tampak mengguning dan menggering, pelepah daun terkulai dan pupus patah. Pada fase reproduktif cekaman kekeringan menyebabkan perubahan nisbah kelamin bunga dan buah muda mengalami keguguran, dan tandan buah gagal menjadi rusak. Akhirnya mengakibatkan gagal panen dan menurunkan produksi tandan buah segar hingga 40% dan CPO hingga 21-65%.




III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
            Field Trip dilaksanakan hari Sabtu, 05 Mei 2012 jam 07.00 WIB di  Kebun Percobaan Politeknik Negeri Jember, desa Sumbersari, Kecamatan Sumbersari, Jember.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Alat tulis
2.  Kamera

3.2.2 Bahan
1. Beberapa jenis tanaman kelapa sawit

3.2 Cara kerja
1.  Mengunjungi beberapa areal kelapa sawit
2.  Memilih beberapa contoh tanaman dan mengamati secara teliti ciri – ciri yang ada dari tiap jenis tanaman sawit tersebut.
3.  Mendiskusikan teknik kegiatan pembibitan, penyadapan dan pengolahan hasil tanaman sawit dengan para teknisi lapangan.
4.  Membuat laporan sesuai dengan topik yang telah ditentukan.




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
















4.2 Pembahasan
            
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk ke dalam famili Palmae dan subkelas Monocotyledoneae. Spesies lain dari genus Elaeis adalah E. melanococca yang dikenal sebagai kelapa sawit Amerika Latin. Beberapa varietas unggul yang ditanam adalah : Dura, Pisifera dan Tenera. Morfologi kelapa sawit merupakan dasar yang penting untuk menentukan teknik pemeliharaan, penanaman dan perawatan kelapa sawit yang tepat sehingga diharapkan dengan pemeliharaan yang tepat produksi dapat ditingkatkan hingga mendekati potensi genetisnya.
1.  Akar Tanaman kelapa sawit memiliki jenis akar serabut. Akar utama akan membentuk akar sekunder, tertier, kuartener dan seterusnya. Akar primer yang tumbuh vertikal disebut radicle sedangkan yang tumbuh horisontal disebut adventitous root, dengan diameter 5 – 10 mm. Akar skunder adalah akar yang tumbuh dari akar primer, arah tumbuhnya mendatar ataupun kebawah, berdiameter 1 – 4 mm. Akar tertier memiliki panjang 15 cm dengan diameter 0,5 mm – 1,5 mm, sedangkan akar kuarter berdiameter 0,2 – 0,5 mm dan panjang rata – ratanya 3 cm.
2. Batang : Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter sekitar 20–75 cm. Tinggi batang bertambah sekitar 45 cm per tahun. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai pertambahan tinggi dapat mencapai 100 cm per tahun. Pada ujung batang terdapat titik – titik tumbuh, pertumbuhan batang meninggi mulai umur 4 tahun, dengan kecepatan pertumbuhan sekitar 25 – 40 cm per tahun.
3. Daun : Susunan daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk. Susunan ini menyerupai susunan daun pada tanaman kelapa. Panjang pelepah daun sekitar 7,5–9 m. Jumlah anak daun pada setiap pelepah berkisar antara 250–400 helai. Produksi pelepah daun selama satu tahun mencapai 20–30 pelepah. Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian, sebagai berikut:
*   Kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib).
*   Rachis yang merupakan tempat anak daun melekat.
*   Tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang.
*   Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberi kekuatan pada batang.
4. Bunga : Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan rangkaian bunga betina. Umumnya tanaman kelapa sawit melakukan penyerbukan silang. Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya dapat menghasilkan satu infloresen (bunga majemuk). Bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri dari kumpulan spikelet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral.
5. Buah : Buah terkumpul di dalam tandan. Dalam satu tandan terdapat sekitar 1.600 buah. Tanaman normal akan menghasilkan 20–22 tandan per tahun. Jumlah tandan buah pada tanaman tua sekitar 12–14 tandan per tahun. Berat setiap tandan sekitar 25–35 kg. Buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri dari pericarp yang terbungkus oleh exocarp (kulit), mesocarp, dan endocarp (cangkang) yang mebungkus 1-4 inti/kernel. Inti memiliki testa (kulit), endosperm yang padat, dan sebuah embrio (Anonymous, 2012)

Gulma pada pertanaman kelapa sawit merupakan masalah serius yang dapat menyebabkan penurunan produksi sawit jika populasinya tinggi, hal ini terjadi karena antara gulma dan kelapa sawit berlangsung kompetisi serapan hara dan air. Akibatnya hara dan air yang diserap oleh akar kelapa sawit berkurang sehingga kebutuhan tanaman tidak dapat dipenuhi secara optimal yang bermuara pada terganggunya pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit. Pertumbuhan yang terhambat berkolerasi positif dengan penurunan produksi atau panen kelapa sawit.
          
Pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit dilakukan tidak seintensif  pada perkebunan komoditas hortikultura, namun pengendalian gulma harus tetap dilakukan. Pengendalian gulma di perkebunan kelapa Sawit dilakukan pada piringan dan gawangan. Gawangan yang dibersihkan adalah gawangan hidup. Pada gawangan hidup ini terdapat jalan pikul dengan lebar satu meter. Jalan pikul adalah jalan yang digunakan untuk mengangkut hasil panen kelapa sawit. Oleh karena itu jalan pikul ini juga harus bersih dari gulma. Gulma-gulma dan pelepah kelapa sawit yang dibersihkan diletakan di gawangan mati yang nantinya dapat menjadi pupuk organik bagi tanaman kelapa sawit.
            
Ada 3 jenis gulma yang perlu dikendalikan, yaitu (1) ilalang di piringandan gawangan, (2) rumput-rumputan di piringan, dan (3) tumbuhan penggangguatau anak kayu di gawangan. Gulma utama yang tidak boleh ada di perkebunankelapa sawit adalah gulma berkayu seperti Melastoma malabatrichum. Gulma lunak seperti Digitaria sp. dan jenis gulma rumput lainnya tidak perlu dikendalikan asalkan tingginya tidak melebihi 20 cm. lalang pada perkebunan kelapa sawit sangat perlu dihindari. Ilalang perlu dikendalikan karena pertumbuhannya yang cepat sehingga penyerapan unsur hara yang cepat pula oleh ilalang akan mengganggu pertumbuhan kelapa sawit. Alasan lain adalah kondisi populasi ilalang yang tinggi merupakan potensi terjadinya kebakaran.               

Pengelolaan gulma umumnya dilakukan secara mekanis dan kimiawi, mengingat luasan pertanaman kelapa sawit yang luas maka pengendalian gulma banyak dilakukan dengan mengaplikasikan herbisida. Teknis pelaksanaannya dimulai dengan herbisida mengencerkan herbisida kedalam air didalam tangki (alat semprot), misalnya 10 ml dalam 30 liter air, tetapi standar pada perkebunan komersial umumnya pelarut (solute) 1% terhadap terlarut (solvent). Larutan herbisida kemudian dapat disemprotkan pada lingkar yang dibuat  disekitar pohon / piringan. Untuk mengahsilkan pengendalian OPT yang efektif maka diperlukan cara dan penyemprotan herbisida yang benar, dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1.    Ukuran droplet harus tepat untuk berbagai jenis penyemprotan yang berbeda, ukuran droplet yang baik harus membentuk butiran kecil dan halus sehingga didapatkan sudut semprot yang lebar, dan droplet bisa merata pada permukaan daun.
2.    Permukaan target tertutup oleh droplet dalam jumlah yang memenuhi syarat, semakin merata permukaan daun oleh droplet dengan butiran yang kecil dan halu maka semakin efektif pula penyemprotan yang dilakukan sehingga OPT akan banyak yang mati.
3.    Volume aplikasi yang tepat dapat membunuh OPT secara efesien dan tidak terlalu mencemari lingkungan, asar dilakukan dengan prosedur yang benar.
4. Herbisida yang menempel pada target harus sebanyak mungkin, dengan banyaknya herbisida yang menempel kemungkinan OPT untuk hidup semakin kecil.
5.    Penyebaran droplet semprotan pada permukaan bidang sasaran hurus merata
            
Hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam penggunaan herbisida adalah ketepatan penentuan dosis. Dosis yang terlalu tinggi akan menyebabkan pemborosan herbisida, di samping merusak lingkungan. Dosis yang terlalu rendah menyebabkan hama sasaran tidak mati. Di samping berakibat mempercepat timbulnya resistensi.
1. Dosis herbisidaDosis adalah jumlah herbisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu kali aplikasi atau lebih. Ada pula yang mengartikan dosis adalah jumlah herbisida yang telah dicampur atau diencerkan dengan air yang digunakan untuk menyemprot hama dengan satuan luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif herbisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis herbisida biasanya tercantum dalam label herbisida.
2.  Konsentrasi herbisida : Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan herbisida, antara lain :
a. Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu herbisida dalam larutan yang sudah dicampur dengan air.
b. Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya herbisida dalam cc atau gram setiap liter air.
c. Konsentrasi larutan atau konsentrasi herbisida, yaitu persentase kandungan herbisida dalam suatu larutan jadi.
3.  Alat sempro : Alat untuk aplikasi herbisida terdiri atas bermacam-macam seperti knapsack sprayer (high volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 500 liter. Mist blower (low volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 100 liter. Dan Atomizer (ultra low volume) biasanya kurang dari 5 liter. Alat Penyemprot yang akan disebarkan di berbagai titik. Mengingat penggunaan herbisida yang penting dan juga penuh perhatian tersebut maka dibutuhkan Sistem penyemprotan herbisida ini yang dapat mengatur penyempro -tan mulai dari debit herbisida yang dibutuhkan hingga durasi penyemprotan secara berkala, dimana akan ditempatkan beberapa alat pada titik-titik tertentu area persawahan tersebut.
`          
Penggunaan alat semprot untuk diaplikasikan pada areal lahan yang cukup luas ± 1 Ha agar lebih efektif harus dilakukan kalibrasi dengan tujuan dapat mengefesiensikan penggunaan tenaga kerja, herbisida sehingga akan berpengaruh langsung pada pengelolaan biaya produksi. Formula perhitungan kalibrasi adalah sebagai berikut :








Jumlah Volume (D) merupakan jumlah aplikasi yang harus dilakukan pada lahan tersebut yang telah ditambahnkan bahan pelarut dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan. Kebutuhan ini tdak dapat digunakan sebagai acuan yang pasti apabila terdapat variabel yang dirubah seperti aplikator, jenis alat serta keadaan-keadaan alam (hujan, angin, mendung, panas, dsb). Oleh karena itu, kalibrasi setidaknya dilakukan dengan menggunakan 3 range sampel agar hasil yang didapatkan lebih mendekati nilai yang valid.
            
Kalibrasi alat semprot penting untuk dilakukan karena hasil dari kalibrasi dapat digunakan sebagai acuan kebutuhan pestisida dalam luas lahan tertentu dan dengan waktu semprot tertentu. Diharapkan dengan kalibrasi yang baik kebutuhan herbisida dapat diketahui secara tepat sehingga efisiensi biaya, tenaga, dan waktu dapat dicapai. Jika hal itu dapat tercapai maka keuntungan yang diperoleh dapat ditingkatkan. Terkait pelaksanaannya dalam pengendalian kimiawi kelapa sawit tiga faktor penting untuk keberhasilan kalibrasi adalah lebar gawang dan model gawang, luas piringan, serta HOK (hari orang kerja) dan prestasi kerja.
            
Sebelum dilakukan pemanenan kelapa sawit biasanya dilakukan penimbangan sampel buah kelapa sawit tiap tandan secara acak dalam areal pertanaman kelapa sawit. Tujuannya adalah untuk memprediksikan hasil panen yang akan diperoleh, buah dianggap layak untuk dipanen jika jumlah buah tiap tandan diatas 120 buah. Jika jumlah buah per tandan dibawah 120 maka tidak dilakukan panen, hal ini berkaitan dengan ongkos panen dimana pada kisaran tersebut diestimasikan operasional pekerja tidak dapat tercukupi oleh hasil yang diperoleh. Hasil yang baik untuk tiap tandanya bisa mencapai 160 buah, jika hal itu terjadi maka keuntungan yang diperoleh akan jauh lebih besar.
            
Pertanaman kelapa sawit umumnya menggunakan jarak tanam dengan pola segitiga, alasannya adalah supaya populasi per hektar lebih banyak dibandingkan jarak tanam segi empat. Sebagai gambaran berikut ilustrasi perbandingan populasi kelapa sawit per hektar dengan pola jarak tananm persegi dan segitiga yang diketahui jarak tanamnya masing-masing ialah 9,2 x 9,2 x 9,2 m (segitiga) dan 9,2 x 9,2 m (persegi).

























Berdasarkan hitungan diatas jelas dapat diketahui bahwa menam kelapa sawit dengan pola segitiga jauh lebih besar populasi yang bisa ditanam yakni 119 untuk pola tanam persegi dan 138 untuk pola tanam segitiga jika jarak tanamnya 9,2 x 9,2 x 9,2 m. Populasi yang lebih besar dengan pertimbangan pertumbuhan dan ekologis yang tepat akan menghasilkan produksi kelapa sawit yang jauh lebih besar, jadi efisiensi dapat ditingkatkan. Potensi Indonesia untuk pengembangan kelapa sawit jelas sangat mendukung baik dari segi alam atau sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia (SDM) yang makin meningkat. Hal – hal yang mendukung budidaya kelapa sawit di Indonesia antara lain :
1. Lahan pertanian yang sangat luas dan banyak yang belum termanfaatkan terutama lahan marginal, karena diketahui kelapa sawit mampu bertahan pada pH rendah yankni 4,5.
2. Populasi penduduk yang besar untuk tenaga kerja, penduduk yang perpendidikan tinggi semakin meningkat berarti SDM juga semakin meningkat menjadi nilai lebih tersendiri.
3.  Permintaan minyak goreng maupun CPO (Crude palm Oil) yang terus meningkat.
4.  Manfaat bagi masyarakat dapat mengurangi angka pengangguran, meningkatkan pendapatan per kapita, bagi perusahaan lahan kelapa sawit dapat diolah dan dipasarkan dengan cepat dan dapat memperbesar usaha dan pemasarannya.
5.  Bagi pemerintah keberadaan perkebunan kelapa sawit baik swasta maupun BUMN dapat meningkatkan pendapatan pemerintah dari sektor pajak, dan sumber devisa negara yang besar.
6.  Adanya perkebunan kelapa sawit dan usaha pengolahannya dapat menggerakkan sektor perekonomian lainnya seperti telekomunikasi, transportasi, perdagangan, pariwisata, dan lain sebagainya.




V. KESIMPULAN 


1. Kelapa sawit merupakan tanaman berakar serabut, berbatang silinder, daun majemuk, tanaman berumah dua (alat reproduksi betina dan jantan tidak dalam satu bunga), dengan buah terkumpul didalam tandan.
2.  Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian gulma kelapa sawit adalah model gawangan, luas piringan, prestasi kerja, dosis, konsentrasi dan alat semprot yang digunakan.
3.    Pola tanam yang sering digunakan dalam pertanaman kelapa sawit adalah pola tanam segitiga karena populasi yang dihasilkan lebih banyak. Pengambilan sampel berat kelapa sawit sebelum pemanenan berfungsi untuk memprediksikan hasil yang diperoleh dan untuk menentukan apakah kelapa sawit yang dibudifayakan layak dipanen atau tidak jika dikaitkan dengan tenaga kerja.
4.  Manfaat pertanaman kelapa sawit bagi pemerintah adalah sebagai sumber pendapatan pajak dan devisa, penggerak sektor perekonomian lain, dan penyedia lapangan kerja.





 DAFTAR PUSTAKA


Anonymous. 2007. Seluk Beluk Kelapa Sawit. http://sawitkalbar.blogspot.com/ 2007/10/tanaman-kelapa-sawit.html. diakses 20 Mei 2012

Balai Informasi Pertanian. 1990. Pedoman Budidaya Kelapa Sawit. Departemen Pertanian. Medan. 32 hal. dalam Kaswarina. 2001. Keragaan Bibit Kelapa Sawit terhadap Pemberian Berbagai Kombinasi Pupuk di Pembibitan Utama. Natur Indonesia. 3 (2) : 138 – 150

Hetharie, Wattimena, Thenawidjaya, Asmidinoor, Mathius, dan Ginting. 2006.  Karakterisasi Morfologi Bunga dan Buah Abnormal Kelapa Sawit (Elaeis guineesis Jacq) Hasil Kultur Jaringan. Agronomi. 35 (1) : 50 - 57

Kaswarina. 2001. Keragaan Bibit Kelapa Sawit terhadap Pemberian Berbagai Kombinasi Pupuk di Pembibitan Utama. Natur Indonesia. 3 (2) : 138 – 150

Manurung., Togu. G.E., 2001. Analisis Valuasi Ekonomi Investasi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Jakarta : Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC

Mathius, Wijana, Guharja, Aswidinoor, Yahya, dan Subroto. 2001. Respon Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineesis Jacq) terhadap Cekaman Kekeringan. Menara Perkebunan. 69 (2) : 29 - 45

Pasaribu., Nurhida. 2004. Minyak buah Kelapa Sawit. Medan : Universitas Sumatra Utara

Utomo dan Widjaja. 2004. Limbah Padat Pengolahan Minyak Sawit Sebagai Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia. Jurnal Litbang Pertania. 23 (1) : 22 – 28.

Tandon, R., T.N. Manohara, B.H.M. Nijalingappa, K.R. Shivana. 2001. Polination and Polen-Pistil Interaction in Oil Palm, Elaeis guineensis. Annals of Botany. 87 : 831 – 838 dalam Hetharie, Wattimena, Thenawidjaya, Asmidinoor, Mathius, dan Ginting. 2006.  Karakterisasi Morfologi Bunga dan Buah Abnormal Kelapa Sawit (Elaeis guineesis Jacq) Hasil Kultur Jaringan. Agronomi. 35 (1) : 50 - 57