Respon
Pertumbuhan Bibit Tebu (Saccharum
officinarum L.) terhadap Kajian Media dan Pemupukan Nitrogen pada Sistem Single Bud
(Response of Sugarcane Seedling Growth
(Saccharum officinarum L.) to the Study of Nitrogen Media and Fertilization on
Single Bud System)
Argaranu Bayu Aji
Abstrak
Penelitian bertujuan untuk mengetahui
respon pertumbuhan bibit tebu terhadap komposisi media dan dosis pupuk nitrogen
(N) pasca transplanting dari persemaian I ke persemaian II. Penelitian
bertempat di lahan percobaan UPT. Agrotechopark
Universitas Jember, mulai Maret sampai dengan Juni 2013 dengan menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data rata-rata setiap perlakuan yang
diperoleh dibandingkan dengan menggunakan SEM (Standart Error of
the Mean). Hasil penelitian menunjukkan komposisi media tanam
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit tebu. Komposisi media tanam yang
menghasilkan pertumbuhan bibit terbaik ialah campuran media tanah dengan
kompos 1:1. Perlakuan dosis N memberikan berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan bibit tebu, tetapi peningkatan dosis N hingga taraf 13,15
g/10 ℓ/m2 masih menunjukkan pertumbuhan yang linier.
Kata Kunci : Bibit tebu, Media tanam, dan Pupuk nitrogen (N)
Abstract
This research was intended to determine the response
of sugarcane seedling growth to media composition and nitrogen (N) fertilizer
dosage after transplanting from the seedling bedding
I to seedling bedding II. The
research was conducted at experimental land of UPT. Agrotechopark, University
of Jember, from March to June 2013 by using a randomized block design (RBD).
The average obtained data of each treatment
were compared using SEM (Standard Error of the Mean). The research results
showed that media composition provided a significant effect on the sugarcane
seedling growth. The composition of media that produced the best seedling
growth was mixture of soil and compost 1:1. N dose treatment gave a significant
effected on sugarcane seedling growth, but the increase of N dose up to the
level of 13.15 g/10 ℓ/m2 still showed linear growth.
Keywords : Sugarcane seedling, Media composition and nitrogen
(N) fertilizer
PENDAHULUAN
Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman yang memiliki kadar
gula tinggi. Produksi tebu yang belum optimal berdampak terhadap tidak
terpenuhinya kebutuhan gula dalam negeri. Produksi gula pada tahun 2012
mencapai 2,7 juta ton sedangkan kebutuhan gula nasional mencapai 3 juta ton [1]. Rendahnya Produksi tebu salah
satunya dipengaruhi oleh produksi bibit yang ditanam langsung ke lahan (bagal,
rayungan, lonjoran, dll) masih kurang efesien. Pembibitan dengan sistem
tersebut lebih boros bahan tanam dan lahan, daya tumbuh bibit serta keserempakan
tumbuh bibit tebu di lapang yang relatif rendah.
Penerapan pembibitan tebu sistem single bud perlu
dipertimbangkan dalam upaya menghasilkan bibit yang memiliki daya tumbuh tinggi. Permasalahannya pada sistem
single bud
masih rawan terjadi
stres (permasalahan adaptasi) ketika dilakukan pemindahan dari persemaian I ke persemaian II [2].
Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut ialah dengan memanipulasi lingkungan tumbuhnya yakni
dengan memodifikasi komposisi media dan dosis N yang diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari respon pertumbuhan bibit
tebu sistem single
bud terhadap komposisi media tanam dan pupuk N.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di UPT. Agrotechnopark Universitas Jember yang dilaksanakan mulai Maret sampai
dengan Juni 2013. Bahan yang digunakan yaitu mata tunas varietas PS 862, pot
tray, bedengan, pasir, sebuk gergaji, arang sekam, tanah ayakan, disinfektan,
kompos, air, para-para, dan pupuk ZA. Rancangan penelitian yang digunakan ialah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 kali ulangan. Perlakuan komposisi media
tanam terdiri atas tanah : kompos 1:1 (A0); tanah : kompos : pasir 1:1:1 (A1),
tanah : kompos : arang sekam 1:1:1 (A2); dan tanah : kompos : serbuk gergaji
1:1:1 (A3). Perlakuan dosis N terdiri atas
B0 = 0 g N/10 ℓ/m2; B1 = 2,63 g N/10
ℓ/m2; B2 = 5,26 g N/10 ℓ/m2; B3 = 7,89 g N/10 ℓ/m2; B4 = 10,52 g N/10 ℓ/m2; B5 = 13,15 g N/10 ℓ/m2. Data yang diperoleh diuji menggunakan metode SEM (Standart Erorr
of the Mean).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daun
merupakan organ yang berperan penting dalam proses fotosintesis yakni sebagai organ penyerap bahan baku
fotosintesis (CO2) melalui stomata daun.
Fotosintesis merupakan proses pembentukan fotosintat (cadangan makanan) dengan
bahan baku CO2 dan H2O, sintesa fotosintat dapat
berlangsung dengan bantuan cahaya matahari sebagai sumber energi. Spesies tanaman budidaya yang efesien
cenderung menginfestasikan sebagian besar awal pertumbuhannya dalam bentuk penambahan
luas daun sehingga pemanfaatan sinar matahari lebih optimum [3].
Berdasarkan Gambar 1 tampak bahwa
luas daun total bibit tebu cenderung meningkat seiring dengan penambahan dosis
N. Peranan nitrogen bagi pertumbuhan tanaman ialah mendorong organ-organ yang
berkaitan dengan fotosintesis yaitu daun [4]. Tanaman yang memiliki
helaian daun lebih luas dengan kandungan klorofil yang lebih tinggi mampu
menghasilkan fotosintat dalam jumlah yang cukup untuk menopang pertumbuhan vegetatif [5].
Bibit yang memiliki fotosintat dalam jumlah mencukupi lebih berpotensi untuk tumbuh dan berkembang
dengan baik, tetapi jika suplai N berlebihan justru berpotensi menghambat
pertumbuhan tanaman. Suplai N berlebihan menyebabkan daun menjadi lebih mudah
terkulai karena pembentukan jaringan penguat yakni lignin dan selulosa terganggu [5].
Kondisi daun yang demikian sangat berpotensi menurunkan efisiensi
serapan cahaya sehingga kemampuan daun untuk memproduksi cadangan makanan
kemungkinan besar juga menurun.
Selain pemberian
pupuk N dalam jumlah yang mencukupi, bibit yang berdaun
luas juga ditunjang dari media tanam yang digunakan. Media tanam yang menghasilkan bibit dengan luas daun total paling tinggi ialah media A0. Kandungan bahan
organik pada media A0 diduga lebih tinggi dibandingkan media lainnya karena porsi kompos pada media tersebut lebih
tinggi. Bahan organik mengandung unsur hara lengkap (N,
P, K, Ca, dan Mg), pH berkisar 5,5-8,5, struktur ringan, memiliki kapasitas
pegang air dan drainase yang baik [6]. Bahan organik juga
merupakan susbstrat alami untuk mikroorganisme saprofitik dan secara tidak
langsung memberikan nutrisi melalui kegiatan mikroorganisme tanah [8]. Sementara
bibit tebu yang ditumbuhkan pada media A3 memiliki daun paling sempit jika dibandingkan
dengan perlakuan media lainnya (Gambar
1).
Proses
dekomposisi serbuk gergaji pada media A3 diduga belum sempurna sehingga hara
yang terkandung didalamnya belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Campuran
serbuk gergaji yang terdapat pada media A3 berasal dari sisa kayu sengon yang
tergolong masih mentah. Serbuk gergaji kayu sengon mengandung lignin cukup
tinggi yaitu 26,8% [7]. Kandungan lignin yang tinggi pada serbuk gergaji
mengakibatkan proses mineralisasi berlangsung lambat karena lignin bersifat
resisten terhadap serangan mikroba sehingga hara tersedia sedikit [8]. Hara yang ada pada
media tidak dapat terserap secara maksimal karena adanya kompetisi antara
tanaman dan mikroba dalam penggunaan hara N. Hasil penelitian menunjukkan kondisi daun sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit secara keseluruhan yang tercermin dalam
berat kering total (Gambar 1 dan 4). Evaluasi kualitas bibit tebu dalam menghasilkan biomssa total (gram) dalam selang waktu tertentu
dapat dinilai dari laju pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan
Gambar 2 diketahui bahwa bahwa laju pertumbuhan bibit tebu cenderung linier
dengan dosis N yang diberikan, pemberian pupuk N meningkatkan laju pertumbuhan
secara nyata. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa penggunaan media yang baik belum belum cukup untuk menghasilkan laju
pertumbuhan bibit secara maksimum. Bibit yang sama sekali tidak diberikan pupuk
memberikan hasil laju pertumbuhan paling rendah. Rendahnya hasil dikarenakan tanaman tidak mendapat tambahan
unsur hara dari pemupukan, sehingga tanaman hanya memanfaatkan
unsur hara yang berada di sekitar tanaman [9]. Kekurangan unsur hara
pada fase vegetatif menyebabkan organ tanaman kurang berkembang, sehingga
berdampak langsung terhadap laju pertumbuhan tanaman. Bibit yang tidak diberi
atau diberikan pupuk N dengan dosis rendah berdampak terhadap penurunan laju
pertumbuhan bibit (Gambar 2).
Berdasarkan Gambar 2 media A0 menunjukkan laju
pertumbuhan bibit tertinggi. Peningkatan luas daun cenderung berkorelasi
positif dengan laju pertumbuhan bibit tebu (Gambar 1 dan 2). Bibit yang berdaun
lebih luas mempunyai kesempatan lebih besar untuk menyerap cahaya matahari dan
CO2,
sehingga produksi karbohidrat (cadangan makanan) meningkat. Hasil fotosisntesis
ditranslokasikan dari pucuk (organ daun) sebagai sumber ke seluruh organ bibit tebu yang meliputi
daun, batang, dan akar. Proporsi pembagian fotosintat antara tinggi dan
diameter bibit dapat menggambarkan kekokohan bibit tebu.
Prediksi
performa bibit dilapang salah satunya dapat dievaluasi melalui nisbah tinggi bibit dengan diameter
(kekokohan). Bibit dengan nilai kekokohan yang relatif rendah cenderung
memiliki daya tumbuh yang tinggi ketika dipindahkan ke lapang karena proporsi
antara tinggi bibit dan diameternya mengarah pada keseimbangan atau
proporsional. Kekokohan bibit tergolong ideal ketika nilai kekokohan berada dalam
rentang 6,3-10,8 [10]. Berdasarkan Gambar 3 kekokohan
bibit tebu berada pada rentang 8-12 sehingga sebagaian besar
kekokohan bibit tebu dapat dikategorikan ideal. Hasil tersebut menunjukkan
proporsi antara tinggi bibit dan diameter tergolong proporsional sehingga bibit
tidak mudah rebah maupun patah ketika mendapat terpaan angin. Ketahanan bibit
tebu terhadap terpaan angin selain ditunjang oleh batang yang kuat (berdiameter
cukup besar) juga dibutuhkan perakaran bibit yang baik untuk menopang seluruh
organ tanaman.
Diameter bibit berkaitan erat dengan berat kering akar [11]. Bibit yang berdiameter besar kemungkinan juga memiliki berat
kering akar yang lebih tinggi sehingga asupan air dan hara sangat di mungkinkan dapat terpenuhi dengan baik.
Performa
pertumbuhan bibit secara keseluruhan dapat dinilai melalui biomassa yang
dihasilkan (berat kering total). Biomassa merupakan integrasi dari hampir
hampir semua peristiwa yang dialami tanaman sebelumnya sehingga lebih representatif untuk
menunjukkan penampilan tanaman secara keseluruhan [4]. Peningkatan taraf dosis N cenderung meningkatkan berat kering total (BKT) secara
nyata, BKT merupakan akumulasi
pertumbuhan yang dihasilkan selama
pertumbuhan bibit tebu berlangsung.
Berdasarkan
data yang diperoleh luas daun total
berkolerasi positif terhadap pertumbuhan bibit secara keseluruhan yang
tercermin dari berat kering total bibit (Gambar 1 dan 4). Bibit yang berdaun lebih luas berpotensi untuk
menghasilkan cadangan makanan (karbohidrat) lebih besar sehingga pertumbuhan
dan perkembangan bibit lebih baik. Berdasarkan Gambar 4 perlakuan media tanam yang paling memberikan respon positif ialah A0, media
tersebut menghasilkan berat kering total tertinggi. Hasil tersebut diperoleh karena
diduga kandungan bahan organik yang
ada pada media A0 paling tinggi, peranan bahan organik
yang kaya akan hara sangat penting bagi pertumbuhan bibit. Selain itu bahan organik juga dapat membantu dalam
konservasi hara tanah dengan mencegah erosi dan pencucian hara sehingga
efisiensi serapan lebih tinggi [8].
Kesiapan bibit tebu untuk dapat dipindahkan ke
lapang dapat dinilai melalui indeks mutu bibit.
Penilaian indeks mutu bibit didasarkan pada berat kering total (BKT) dibagi
rasio pucuk akar (RPA) ditambah dengan kekokohan bibit. Bibit yang memiliki
nilai IMB > 0,09 dapat beradaptasi dengan baik ketika disalurkan ke lapang [12]. Nilai
IMB yang dihasilkan dari berbagai media tergolong layak untuk disalurkan ke
lapang atas karena nilai IMB yang diperoleh > 0,20 (Gambar 5) atau jauh melebihi
standart minimumnya. Bibit dengan nilai IMB terbaik dihasilkan dari bibit yang
disemaikan pada media A0. Bibit bermutu tinggi dapat dihasilkan melalui
penggunaan medium yang cocok, pemberian pupuk sesuai kebutuhan, dan penyiraman
yang cukup [13]. Hasil penelitian pengaruh penggunaan
media terhadap pertumbuhan bibit mengarah pada kecocokan media A0 untuk
digunakan sebagai media semai, meskipun demikian bibit pada media A0
pertumbuhannya lebih baik jika ditambahkan pupuk.
Hasil
penelitian menunjukkan bibit tebu yang tidak diberikan pupuk atau diberikan
pupuk dengan dosis yang lebih rendah menghasilkan bibit dengan indeks lebih
rendah (Gambar 5). Perlakuan 7,89 hingga 13,15 g N cenderung meningkatkan
indeks mutu bibit secara nyata, meskipun demikian semua
perlakuan dosis pemupukan masih menunjukkan kelayakan bibit untuk dipindahkan ke lahan. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh indeks mutu bibit tebu pada umur 2,5 bulan > 0,20 sehingga dapat
dikategorikan layak untuk dipindahkan ke lapang. Hasil penelitian
sebelumnya menunjukkan indeks mutu bibit pada dua spesies
tanaman mediteranean yaitu Pinus halepensis dan Pistacia lentiscus cenderung linier dengan kemampuan hidup bibit dilapang [14]. Evaluasi kualitas fisik (IMB) bibit meranti pada
umur 11, 12, dan 14 bulan setelah tanam (BSS) berturut-turut 0,28; 0,26;
dan 0,34, hasil tersebut menunjukkan ketiga tingkatan umur sudah layak ditanam, oleh
karena itu agar efsiensi pekerjaan dapat dicapai sebaiknya bibit pada umur 11
BSS sudah ditanam dilahan [12]. Pemindahan
bibit tebu dengan sistem pembibitan Bud
Chip atau single bud melalui program suistainable
sugarcane initiative (SSI) di India berkisar antara 25 hingga 35 hari
setelah tanam [15]. Berdasarkan hasil tersebut diduga kuat bibit tebu sudah
layak dipindahkan ke lapang sebelum berumur 2,5 bulan, oleh karena itu pengujian
lanjut terkait umur pindah terhadap daya tumbuh bibit dilapang perlu dilakukan
supaya diketahui korelasinya.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan komposisi media
campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1 memberikan hasil pertumbuhan
bibit tebu terbaik. Pemupukan N cenderung meningkatkan pertumbuhan bibit tebu,
tetapi peningkatan dosis pemupukan N sampai dengan 13,5 g/10ℓ/m2 masih
menunjukkan pertumbuhan yang linier.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan berkaitan
dengan hubungan antara kualitas bibit tebu SBN siap salur terhadap daya
tumbuhnya di lapang supaya diketahui presentase keberhasilannya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada UPT. Agrotechnopark Universitas Jember, atas izin dan
fasilitas yang diberikan selama penelitian berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
[1] BUMN 2012. 2012. Produksi Gula Nasional Naik 30 Persen. http://www.bumn.go.id/ptpn10/publikasi /berita/2012-produksi-gula-nasional-naik-30-persen/.
Diakses 11 Februari 2013
[2] PTPN XI. 2011. Buku Panduan
Teknis Pelaksanaan Pembibitan “Single Bud”. PT. Perkebunan Nusantara XI
Pabrik Gula Semboro, Jember
[3] Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitcheli. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan
Herawati Susilo. Universitas Indonesia Press, Jakarta
[4] Sitompul,S.M., dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
[5] Wijaya, A. K., 2008. Nutrisi Tanaman Sebagai Penentu Kualitas
Hasil dan Resistensi Alami Tanaman. Prestasi Pustaka, Jakarta
[6] Sumiasri, N., dan N. Setyowati. 2006.
Pengaruh Beberapa Media pada Pertumbuhan Bibit Eboni (Diospyros celebica Bakh) Melalui Perbanyakan Biji. Jurnal Biodiversitas. Volume 7 (3) :
260-263
[7] Ginting, A.R., N. Herliana, dan S.Y.
Tyasmoro. 2013. Studi Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleorotus ostreatus) pada Media Tumbuh
Gergaji Kayu Sengon dan Bagas Tebu. Jurnal
Produksi Tanaman. Volume 1 (2) : 17-24
[8] Rao, N.S.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman.
Terjemahan Herawati Susilo. Universitas Indonesia, Jakarta
[9] Kalyubi, M. 2011. Pengaruh Pupuk Hijau Calopogonium
mucunoides dan Fosfor terhadap Sifat Agronomis dan Komponen Hasil Tanaman
Jagung Manis (Zea mays SACCHARATA STURT).
Skripsi. Universitas Brawijaya,
Malang
[10] Adman, B. 2011. Pertumbuhan Tiga Kelas Mutu Bibit Meranti Merah
pada Tiga IUPHHK di Kalimantan. Jurnal
Dipterokarpa. Volume 5 (2) : 47-60
[11] Binotto, A.F., A.D. Lucio, and S.J. Lopes. 2010. Correlations
Betwen Growth Variable And The Dickson Quality Index In Forest Seedling. Lavras Journal. Volume 16 (4) : 457-474
[12] Junaedi, A., A. Hidayat, dan D.
Frianto. Kualitas Fisik Bibit Meranti Tembaga (Shorera leprosula Miq.) Asal Stek Pucuk pada Tiga Tingkatan Umur. Jurnal Penelitian Hutan Konservasi Alam.
Volume 7 (3) : 281-288
[13] Yuliarti, N., Y. Heryati, dan T. Rostiwati. 2009. Pengaruh Media Tanam
dan Frekuensi Pemupukan Kompos terhadap Pertumbuhan dan Mutu Bibit Damar (Agathis loranthifolia Salisb.). Jurnal Agronomi. Volume 9 (2) : 59-66
[14] Tsakaladimi, M., P. Ganatas, and D.J. Jacobs. 2012. Prediction of
Planted Seedling Survival of Live Mediteranean Species Based on Initial
Seedling Morphology. University
of Aristoteles
Thessaloniki Greece, Tehssaloniki
[15] Guija, B., G.V. Loganandhan, M.
Agarwal, and S. Dalai 2009.
Suistainable Sugarcane Initiative
Improving Sugarcane Cultivation in India. ICRISAT-WWF Project, Andhra
Pradesh