PROGRAM
PENGEMBANGAN JAGUNG DI INDONESIA
UNTUK MENGATASI IMPOR
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Jagung adalah
tanaman semusim yang dapat tumbuh optimal pada ketinggian maksimum 1300 m dpl,
dengan suhu 230C - 270C. Iklim tropis hingga sub-tropis
merupakan daerah yang cocok untuk pertumbuhan jagung sehingga dapat diperoleh
produksi yang tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang
membudidayakan jagung, hal tersebut sangat didukung oleh sumber daya alam yang
relatif baik. Selain itu, Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris, yakni
sebuah negara yang mengutamakan kegiatan perekonomiannya dibidang pertanian,
terbukti 60% lebih penduduk Indonesia bekerja sebagai petani. Faktor pendukung
lain adalah luas lahan pertanian yang jauh lebih luas dibandingkan dengan
sebagian besar negara lainnya serta jumlah penduduk yang besar.
Beberapa
kelebihan tersebut ternyata tidak berbanding lurus dengan produksi jagung yang
besar dan berkualitas. Berdasarkan potensi sumberdaya yang ada, seharusnya
Indonesia bisa menjadi salah satu negara penghasil jagung utama dunia, namun
hal itu tidak terjadi. Indonesia terus melakukan impor jagung dari negara lain
tiap tahunnya, hal tersebut sangat ironis mengingat potensi yang dimiliki Indonesia.
Impor jagung yang dilakukan Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya cuaca yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit, varietas yang
budidayakan sebagian besar produksinya rendah. Aplikasi teknologi yang rendah,
belum termanfaatkannya lahan marginal secara optimal, kebijakan pemerintah yang
tidak berpihak kepada kepentingan petani, dan
harga jual jagung yang rendah juga berkontribusi menghambat produksi
jagung di Indonesia.
Adanya
berbagai permasalahan tersebut telah mendorong berbagai pihak berupaya dalam
meningkatkan produksi jagung. Upaya yang telah dilakukan diantaranya
mengembangkan dan membudidayakan varietas hibrida, memanfaat - kan lahan
marginal sebagai lahan tanam jagung, dan mengolah jagung menjadi produk yang
bernilai jual tinggi. Harga jagung yang kompetitif perlu di upayakan oleh
pemerintah supaya minat petani untuk membudidayakan jagung meningkat yakni
dengan membatasi impor dan mendukung permodalan serta pelatihan maupun
sosialisasi teknis budidaya jagung yang baik.
Ketergantungan terhadap jagung impor dapat ditanggulanggi melalui program penggembangan jagung yang baik dan terencana, dan partisipasi dari semua pihak sangat diperlukan. Pemerintah membuat regulasi yang bijak (mendukung kepentingan petani) dan melakukan sosialisasi serta pelatihan teknis produksi produksi jagung yang baik. Petani menyerap dan memfilter kebijakan pemerintah dan melakukan produksi jagung yang berkesinambungan sesuai dengan anjuran pemerintah dan disinergikan dengan kearifan budaya lokal.
Pengusaha membeli
jagung petani dengan harga yang pantas, serta peneliti melakukan penelitian
mengenai metode peningkatan produksi dan kualitas jagung sehingga permasalahan
teknis ditingkat petani dapat dikurangi. Yang terpenting kepercayaan antar
komponen harus dipertahankan agar lingkungan menjadi kondusif. Lingkungan yang
relatif kondusif dapat mendorong semangat dan partisipasi petani sehingga
produksi yang dihasilkan meningkat.
1.2
Perumusan Masalah
1. Mengapa untuk mengguranggi ketergantungan impor
jagung perlu dilakukan pengembangan jagung hibrida dan mengoptimalkan lahan
marginal sebagai lahan pertanaman jagung yang relatif toleran?
2. Sejauh mana nilai jual jagung dapat ditingkatkan melalui
diversivikasi jagung?
1.3
Tujuan dan Manfaat
1.3.1
Tujuan
1. Mengguranggi
ketergantungan impor jagung dengan menanam jagung hibrida dan mengoptimalkan
lahan marginal sebagai lahan pertanaman jagung yang relatif toleran sehingga
produksi jagung dapat ditingkatkan.
2. Meningkatkan
nilai jual jagung dengan melakukan diversivikasi produk sehingga bernilai jual
tinggi.
1.3.2
Manfaat
1. Produksi
jagung meningkat dan lahan marginal dapat dioptimlkan untuk mendukung
peningkatan tersebut sehingga impor jagung dapat ditekan.
2. Nilai jual
jagung dapat ditingkatkan dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru,
melalui diversivikasi.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman jagung
merupakan tanaman pangan kedua utama setelah padi yang banyak diperlukan
sebagai bahan makanan, pakan ternak dan sebagai bahan baku
industri. Sebagai akibat meningkatnya perekonomian Indonesia, pola
konsumsi penduduk ikut berubah.Permintaan daging terutama yang berasal dari
unggas dan telur setiap tahun terus meningkat. Dalam rangka untuk memenuhi
permintaan ini, pemerintah memacu perkembangan populasi ternak unggas di
Indonesia. Karena komposisi jagung dalam pakan ternak sebesar 51% maka kebutuhan
jagung setiap tahun terus meningkat (Barazi, 2001). Klasifikasi ilmiah jagung
adalah sebagai berikut :
Kerajaan
: Plantae
Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L (Salomonsson, 2011).
Divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L (Salomonsson, 2011).
2.1 Varietas Hibrida
Pengembangan kultivar hibrida
didasarkan pada gejala heterosis dengan menggunakan populasi tanaman F1 sebagai tanaman
produksi. Oleh karena itu
varietas hibrida selalu dibuat atau diperbahami untuk mendapatkan generasi F1. Keunggulain lain penggunaan
kultivar hibrida adalah lebih
toleran hama penyakit, lebih tanggap terhadap pemupukan, pertanaman dan
tongkol lebih se- ragam,
disamping itu jumlah
biji lebih banyak dan
lebih berat (Nur., et al, 2006). Menurut Allard, Eds.,(1995) langkah – langkah untuk
menghasilkan varietas hibrida yakni : (1) memilih tanaman yang dikehendaki
dalam populasi penyerbukan bebas (open pollinated); (2) Selfing (penyerbukan
sendiri) tanaman ini melalui beberapa generasi untuk membuat galur inbred yang
homozigot; dan (3) mengawin silangkan galur yang dipilih. Benih yang digunakan
adalah benih hibrida bermutu, dengan kriteria sebagai berikut :
a. Standar
mutu benih jagung hibrida komersial berdasarkan pengamatan laborato - rium
sebagai berikut:
§ Kadar
air maksimum 12%
§ Benih
murni 98%
§ Kotoran
benih maksimum 2%
§ Benih
varietas lain 0,2%
§ Daya
tumbuh 90%
b. Ciri-ciri
benih bermutu adalah tidak keriput, bebas dari luka/bebas gigitan hama
pengganggu, sehat, tidak terinfeksi cendawan/bakteri.
c. Kebutuhan
benih jagung hibrida untuk pertanaman 1 ha antara 15-20 kg tergantung
varietasnya. Varietas jagung hibrida dengan beberapa sifat pentingnya terdapat
pada lampiran. Setiap kali tanam harus memakai benih jagung hibrida baru
(Barazi, 2011).
2.2
Lahan Marginal
Lahan marginal
merupakan lahan yang miskin kandungan hara, cenderung masam atau salin, tanah tidak remah, dan terdapat
hara mikro dalam jumlah yang sangat besar sehingga bersifat racun bagi tanaman.
Menurut Yuwono (2009) Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang
memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan
untuk keperluan tertentu. Sebenarnya faktor pembatas tersebut dapat diatasi
dengan masukan, dan biaya yang harus dibelanjakan. Tanpa masukan yang berarti
budidaya di lahan marginal tidak akan memberikan keuntungan.
Di Indonesia lahan
marginal dijumpai baik pada lahan basah maupun kering. Lahan basah berupa lahan
gambut, lahan sulfat masam dan rawa pasang surut seluas 24 juta hektar,
sementara lahan kering berupa tanah ultisol 47,5 juta hektar dan Oxisol 18 juta
hektar (Suprapto, 2003). Berjuta – juta hektar lahan marginal ersebut tersebar
dibeberapa pulau, prospeknya baik untuk pengembangan pertanian namun sekarang
ini belum dikelola dengan baik. Lahan – lahan tersebut
tingkat kesuburannya rendah sehingga diperlukan inovasi teknologi untuk
memperbaiki produktivitasnya (Yuwono, 2009).
Jagung merupakan salah
satu tanaman yang relatif toleran terhadap kondisi tercekam, sehingga
pengembangan di lahan marginal sangat menjanjikan dalam rangka ekstensifikasi
pertanian. Tentunya hal tersebut diimbangi dengan masukan teknologi untuk
mengatasi miskinnya hara dan pH tanah yang masam. Lahan marginal yang relatif
masam dapat ditanggulangi dengan pengapuran dan ditambahkan nutrien phospat (P)
untuk meningkatkan pH dan menjinakkan unsur – unsur mikro yang berlebihan.
Jagung diketahui membutuhkan unsur hara esensial yakni Al (alumunium) agar
pertumbuhannya, Alumunium keberadaannya relatif berlimpah pada lahan masam.
Budidaya jagung akan menghasilkan hasil yang optimal pada lahan marginal
(kering) jika dilakukan dengan tumpang sari atau tumpang gilir, selain itu pada
area tertentu dibuat embung atau rorak untuk menampung air (tadah hujan).
3.3 Diversivikasi Hasil
Pertanian
Sudah sejak lama,
program diversifikasi pangan dimunculkan, yaitu ke arah konsumsi produk-produk
tepung terutama dalam bentuk mie. Proses tersebut memang patut dicatat sebagai bagian dari
proses diversifikasi pangan. Namun disayangkan bahwa makanan alternatif
tersebut adalah produk yang berbasis bahan baku impor. Kita terlena untuk
banyak mengonsumsi berbagai residual goods, yaitu produk-produk kelebihan dari
berbagai negara dengan harga murah yang justru mematikan industri dalam negeri
sendiri. Tetapi mari kita menjadikan ini sebagai motivasi, bahwa program
Diversifikasi Pangan sangat mungkin diterima oleh masyarakat kita, yaitu
melalui ’pengindustrian’ pangan alternatif yang melibatkan kegiatan produksi,
distribusi, pemasaran, dan promosi (Hasyim dan Yusuf, 2008).
Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan cara
penganekaragaman usaha pertanian. Mulai dari penanaman tanaman yang berbeda,
tidak hanya satu jenis tanaman yang tertentu saja pada lahan yang sama. Selain
untuk memenuhi produksi tanaman, diversikasi juga membantu dalam kelangungan
lahan pertanian agar tetap produktif. Banyak faktor encdukung terlaksanaya
diversifikasi pertanian ini. Faktor tersebut adalah
manusia sebagai pelaksana dan alam sebagai sarana (Anne, 2011).
BAB
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jagung merupakan salah
satu komoditas strategis dan bernilai ekonomis. Tanaman jagung memiliki
karakteristik khusus. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman
jagung umumnya berketinggian antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat
mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga
ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat
menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan
ini. Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh
semacam pelepah dengan rambut. Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun
sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa
muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga
tegaknya tanaman.
Dalam perekonomian
nasional, jagung penyumbang tebesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman
pangan. Sumbangan jagung terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat
setiap tahun, sekalipun pada saat krisis ekonomi. Pada tahun 2000, kontribusi jagung
dalam perekonomian nasional mencapai Rp. 9,4 triliyun dan pada tahun 2003
meningkat menjadi Rp. 18,2 triliyun. Kondisi demikian mengindikasikan besarnya
peranan jagung dalam memacu pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan
perekonomia nasiona secara umum (Zubachtirodin, dkk. 2006).
Tetapi
dilain pihak Data Badan Pusat Statistik Sumut menunjukkan impor jagung terus
meningkat tiap tahun. Tahun 2010, jagung impor ke Sumut 6,171 juta ton, naik
925.000 ton dibandingkan dengan tahun 2009 sebanyak 5,236 juta ton. Hingga
Oktober 2011, tercatat impor jagung mencapai 5,593 juta ton. Naik lebih dari
500.000 ton dibandingkan dengan periode serupa tahun 2010 sebanyak 5,027 juta
ton. Impor jagung itu dari India, Amerika Serikat, Pakistan, Myanmar, Thailand,
dan Argentina. Produksi jagung di Sumut 1,35 juta ton per tahun. Jagung
dibutuhkan pabrik pakan ternak yang jumlahnya cukup banyak di Sumut, seperti PT
Gunung Windutama, PT Charoen Pokphand Indonesia, dan PT Mabar Feed Indonesia.
Kebutuhan jagung di Sumut 1.000 ton per hari (Kompas, 2011).
Keadaan tersebut juga berlaku secara
nasional, setiap tahun pemerintah Indonesia melakukan impor untuk memenuhi
kebutuhan warganya, hal tersebut juga berlaku pada tanaman pangan lain termasuk
padi. Penyebab dilakukannya impor jagung tiap tahunnya antara lain :
a.
Produksi jagung nasional rata – rata relatif rendah
yakni 2 – 3,5 ton / ha
b.
Harga jagung tiap kilogram (kg) yakni untuk pipilan
kering Rp. 1.600 – Rp. 2000 dipasaran sehingga menurunkan minat petani untuk
menanam jagung.
c.
Lahan untuk pertanam jagung relatif sama dari tahun
ketahun bahkan cenderung menurun di beberapa wilayah sehingga produksi jagung
yang dihasilkan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen.
d.
Pemerintah selalu melakukan impor jagung tiap tahunnya
dan diperparah dengan permainan pengusaha yang menimbun jagung yang menyebabkan
pada musim panen harga jagung relatif murah dan pada waktu yang lain harga jauh
lebih mahal.
e.
Rendahnya diversivikasi jagung yang dilakukan oleh
petani sehingga harga jualnya tetap rendah.
Berdasarkan data hasil impor yang
dilakukan oleh pemerintah, menunjukkan bahwa impor jagung semakin lama semakin
besar. Hal ini karena jagung digunakan tidak hanya untuk ketahanan pangan
penduduk Indonesia pada periode tahun 2010. Jagung digunakan sebagai bahan baku
pembuatan produk pakan ternak. Di sisi lain, berdasarkan data areal pertanaman
dan produktifitas jagung, diketahui bahwa jagung yang ditanam dan dibudidayakan
oleh penduduk indonesia masih dapat dikatakan relatif rendah. Dengan rata-rata
produktifitas sebesar 2,7 ton / tahun hal ini masih jauh dari yang diharapkan.
Kemungkinan yang akan terjadi, pada tahun yang akan datang keperluan akan
jagung masih terus meningkat.
Hal
lain yang perlu dilakukan petani adalah dengan menggunakan varietas hibrida dan
memanfaatkan lahan marginal. Jagung varietas hibrida yang memiliki
produktifitas tinggi dengan perluasan wilayah pertanian, hal ini akan
alternatif solusi dalam mengatasi impor. Permasalahan lain juga menyangkut
harga jual jagung yang relatif rendah, hal ini akan membuat petani enggan untuk
menanam jagung jika masuk dalam musim kemarau atau masa-masa tertentu yang
sesuai untuk tanaman jagung.
A. JAGUNG HIBRIDA
Varietas unggul merupakan salah satu
teknologi inovatif yang handal untuk meningkatkan produktivitas tanaman jagung,
baik melalui peningkatan potensi daya hasil tanaman, maupun melalui peningkatan
toleransi dan ketahanannya terhadap berbagai cekaman lingkungan biotik dan
abiotik. Selain itu, pembentukan varietas unggul juga bertujuan untuk
meningkatkan mutu dan nilai tambah produk dan upaya meningkatkan nilai ekonomi.
Tanaman jagung
mempunyai komposisi genetik yang sangat dinamis karena cara penyerbukan
bunganya menyilang. Fiksasi gen-gen unggul (favorable genes) pada genotipe yang
homozigot justru akan berakibat depresi inbreeding yang menghasilkan tanaman
kerdil dan daya hasilnya rendah. Tanaman yang vigor, tumbuh cepat, subur, dan
hasilnya tinggi justru diperoleh dari tanaman yang komposisi genetiknya
heterozigot.
Varietas hibrida
merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua berupa galur inbrida.
Inbrida sebagai tetua hibrida memiliki tingkat homozigositas yang tinggi.
Inbrida jagung diperoleh melalui penyerbukan sendiri (selfing) atau melalui
persilangan antarsaudara. Inbrida dapat dibentuk menggunakan bahan dasar
varietas bersari bebas atau hibrida dan inbrida lain. Pembentukan inbrida dari
varietas bersari bebas atau hibrida pada dasarnya melalui seleksi tanaman dan
tongkol selama silang diri. Seleksi dilakukan berdasarkan bentuk tanaman yang
baik dan ketahanan terhadap hama dan penyakit utama.
Pasangan gen homosigot akan tetap
homosigot dengan adanya penyerbukan sendiri. Pasangan gen-gen heterosigot akan
terjadi segresi apabila diserbuki sendiri dan menghasilkan genotipe homosigot
dan heterosigot dengan perbandingan yang sama. Apabila terjadi penyerbukan sendiri secara terus
menerus maka genotipe yang terbentuk adalah cenderung homosigot atau genotip
homosigot makin lama makin besar proporsinya. Jadi, populasi
tanaman akan cenderung merupakan kumpulan suatu lini murni (pure lines).
Varietas
jagung hibrida merupakan generasi pertama (F1) hasil persilangan dua tetua
galur murni atau lebih (Poehlman dan Sleper, 1995). Galur murni didapat setelah
dilakukan penyerbukan sendiri (selfing) minimal 5-6 generasi, karena pada
generasi kelima secara teoritis didapat tingkat kehomozigotannya yang mendekati
97% (Allard, 1960). Penyerbukan sendiri (selfing) pada tanaman yang secara
alami menyerbuk silang menyebabkan terjadinya tekanan silang dalam (inbreeding
depression), yaitu kemunduran pada vigor tanaman yang disebabkan oleh
bertambahnya frekuensi dari alel-alel homozigot, sedangkan heterozigotannya
berkurang 50% pada setiap fokus (Sprague, 1995).
Jika tanaman jagung
diserbuki sendiri, keturunan yang diperoleh (galur S1) mempunyai vigor yang
lebih rendah daripada tanaman S0 semula, daya hasil berkurang, tinggi tanaman
lebih kecil, tongkol lebih besar, dan lain-lain. Sebaliknya jika dua galur yang
berbeda disilangkan, maka keturunan yang diperoleh (tanaman F1) mempunyai vigor
yang lebih besar daripada kedua galur induknya, seperti daya hasil lebih
tinggi, tanaman lebih tinggi, tongkol lebih besar, dan lain-lain (Moentono,
1998). Bertambahnya vigor pada generasi F1 hasil persilangan antar dua galur
murni disebut gejala heterosis. Heterosis adalah keunggulan hibrida atau hasil
persilangan (F1) yang melebih nilai atau kisaran kedua tetuanya.
Varietas hibrida dapat
dibentuk dengan berbagai macam kombinasi persilangan galur murni. Kombinasi
tersebut adalah: Single Cross, Double Cross, Three Way Cross, Top Cross,
Modified Single Cross dan lain-lain. Single Cross (SC) adalah hibrida yang
berasal dari persilangan dua galur murni. Double Cross (DC) adalah hibrida yang
berasal dari persilangan antara dua Single Cross. Sedangkan Three Way Cross
adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara Single Cross dan suatu
galur murni yang lain. Top Cross adalah hibrida yang berasal dari persilangan
antara galur murni dengan suatu varietas atau populasi. Modified Single Cross
adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara Single Cross (yang berasal
dari 2 galur yang satu keturunan) dengan galur lain.
Jagung hibrida yang
telah dilepas, baik oleh Badan Litbang Pertanian maupun swasta, memiliki
potensi hasil 9,0-14,0 ton/ha. Varietas jagung hibrida yang banyak ditanam
adalah produk perusahaan multinasional dan yang populer adalah Bisi, Pioneer,
dan NK. Jagung hibrida varietas Semar-1 0 dan Bima-1 benihnya diproduksi oleh
swasta nasional. Pada umumnya jagung varietas hibrida
yang terbaik akan memberikan hasil lebih tinggi dari pada jagung bersari bebas.
Hasil rata-rata yang tinggi di beberapa negara Eropa dan Amerika adalah karena
digunakannya varietas hibrida. Namun terdapat beberapa kelemahan dari
penggunaan varietas jagung hibrida antara lain sebagai berikut:
· Untuk mendapatkan
hasil yang maksimum, varietas hibrida memerlukan pemupukan yang tinggi dan
lingkungan tumbuh yang lebih baik.
· Setiap musim
pertanaman, petani harus membeli benih baru (F1) yang harganya relatif mahal.
· Produksi
benihnya sukar dan mahal
A. Pemanfaatan Lahan Marginal
Lahan marginal dapat
diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa
faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Sebenarnya
faktor pembatas tersebut dapat diatasi dengan masukan. Tanpa masukan yang
berarti budidaya pertanian di lahan marginal tidak akan memberikan keuntungan.
Ketertinggalan pembangunan pertanian di daerah marginal hampir dijumpai di
semua sektor baik biofisik, infrastruktur, kelembagaan usahatani
maupun akses informasi untuk petani miskin yang kurang mendapat perhatian.
Untuk mengetahui apakah
suatu lahan termasuk marginal jika digunakan untuk budidaya pertanian dapat
dilakukan evaluasi kesesuaian lahan. Semakin banyak sifat tanah yang memiliki
harkat tidak sesuai, menunjukkan lahan tersebut marginal. Teknologi dan masukan
yang diterapkan pada suatu lahan dapat mengubah sifat tanah sehingga harkatnya
menjadi lebih sesuai untuk pertanian. Untuk menjamin kelangsungan usaha
pertanian di lahan marginal dapat melakukan tindakan konservasi lahan dan
biologi. Bentuk teknologi yang dikembangkan sangat bervariasi tergantung lokasi
dan permasalahan pada masing-masing lahan.
Salah satu bentuk lahan
marginal adalah lahan kering yang merupakan salah satu sumber daya lahan
potensial untuk pengembangan tanaman jagung yang menyebar di Indonesia bagian
timur yaitu Sulawesi, sebagian di Jawa, dan Kalimantan. Dari 19 provinsi yang
telah disurvei, jumlah varietas unggul yang digunakan petani baru mencapai 75%
yang terdiri atas 48% bersari bebas dan 27% hibrida.
Luas lahan kering yang
sesuai dan belum dimanfaatkan untuk usaha tani jagung adalah 20,5 juta ha, 2,9
juta ha di antaranya di Sumatera, 7,2 juta ha di Kalimantan, 0,4 juta ha di
Sulawesi, 9,9 juta ha di Maluku dan Papua, dan 0,06 juta ha di Bali dan Nusa
Tenggara. Potensi tersebut jauh lebih besar dari luas areal pertanaman jagung
saat ini (Tabel 2). Namun potensi aktual yang diperuntukkan bagi pengembangan
jagung perlu ditetapkan, sebab lahan tersebut juga menjadi sasaran pengembangan
komoditas lainnya (perkebunan, hortikultura, pangan lainnya).
Banyaknya lahan yang
belum dimanfaatkan di Indonesia selain kesuburan tanah yang relatif rendah
sehingga produksi jagung jauh dibawah rata – rata, ternyata masih banyak
penyebab lain rendahnya pemanfaatan lahan marginal. Membutuhkan biaya yang
tinggi untuk pengolahan awal, membutuhkan teknologi tinggi dalam pengelolaan
dan teknik budidaya jagung supaya hasil panen tidak terpaut jauh dari jagung
yang ditanam pada tanah normal. Selain itu yang faktor penyebab rendahnya
pemanfaatan lahan marginal untuk pertanaman jagung adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pengolahan lahan pada tahap awal. Tetapi yang harus diketahui
dengan masukan teknologi yang memadai lahan marginal dapat berpotensi
menghasilkan produksi jagung yang cukup tinggi yakni hingga 6 – 7 ton per
hektar. Salah satu komponen penting
dalam pengelolaan lahan marginal untuk pertanaman jagung yang potensial
adalah penggunaan benih unggul yang toleran, menaikkan pH tanah dengan
menambahkan bahan organik yang dicamkpur dengan kapur pertanian serta juga
ditambahkan pupuk yang mengandung unsur P.
Sebagai contoh, lahan
kering di Provinsi Jambi didominasi oleh jenis tanah Ultisol yang dicirikan
dengan rendahnya kandungan bahan organik, tingginya kandungan liat, dimana air
terikat pada pori-pori mikro sulit digunakan tanaman sehingga air tidak
tersedia bagi tanaman dan horizon argilik dapat merupakan lapisan kedap air
sehingga proses infiltrasi lambat dan aliran permukaan lebih cepat terjadi
(Hardjo-wigono, 2003). Arsyad, (1989) menyatakan bahwa usaha untuk memperbaiki
sifat fisika tanah dapat dilakukan dengan pemberian bahan organik, hal yang
sama dikemukakan oleh Hakim et al. (1986) bahwa bahan organik merupakan
bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah baik secara fisika, kimia
maupun biologi. Selanjutnya ditambahkan bahwa pupuk kandang merupakan salah
satu bahan organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisika, kimia
dan biologi tanah.
Teknologi yang dapat
diintroduksikan terdiri dari beberapa komponen, yaitu (1) pengolahan tanah, (2)
varietas unggul, (3) populasi dan sistem tanam, (4) pengelolaan agro-hara
melalui penetapan jenis, takaran, dan cara pemupukan, (5) pemeliharaan tanaman,
dan (6) cara panen. Pupuk organik yang digunakan pada paket introduksi berasal
dari kotoran sapi yang telah diinkubasi dengan trichoderma, disamping
mengefisienkan penggunaan pupuk kimia juga berfungsi untuk meningkatkan atau
mempertahankan kesuburan tanah. Kotoran sapi cukup tersedia di lokasi kegiatan,
tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal oleh petani.
Pada lahan kering beriklim kering
dengan curah hujan terbatas dan eratik, penanaman jagung harus tepat waktu agar
tanaman tidak mengalami kekeringan. Di daerah dengan
curah hujan terbatas, penanaman jagung tidak dapat ditunda. Penundaan waktu
tanam menyebabkan tanaman mengalami kekeringan atau bahkan gagal panen. Masalah
yang dihadapi dalam penyiapan lahan adalah tanah yang keras pada saat kering,
atau lengket pada saat basah. Dalam kondisi demikian, teknik tanpa olah tanah
(TOT) dapat diterapkan. Teknik Tanpa Olah Tanah (zero tillage)
merupakan
cara penanaman yang tidak memerlukan penyiapan lahan, kecuali membuka lubang
kecil tempat meletakkan benih. Di negara-negara maju peletakan benih
menggunakan alat berat planter yang dilengkapi disk
opener, sedangkan di negara-negara berkembang, seperti Indonesia umumnya
masih menggunakan tongkat kayu yang diruncingkan di bagian ujungnya (tugal).
A. Diversifikasi
Jagung
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu serealia
yang strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan
karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras.
Di
bidang pengolahan jagung diarahkan untuk mewujudkan tumbuhnya
usaha pengolahan jagung yang dapat meningkatkan nilai
tambah dan harga yang wajar di tingkat petani, sehingga petani
dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Untuk
mendukung kebijakan tersebut, maka upaya yang akan ditempuh yakni meningkatkan
mutu dan pengolahan produk primer (bahan mentah) menjadi bahan setengah jadi
dan pengembangan industri berbasis jagung produk dalam negeri.
Hampir
seluruh bagian tanaman jagung dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam
keperluan. Batang dan daun tanaman yang masih muda dapat digunakan untuk pakan
ternak sedangkan batang dan daun tanaman yang tua (setelah dipanen) dapat
digunakan untuk pupuk hijau atau kompos. Saat ini cukup banyak perusahaan yang
memanfaatkan batang jagung untuk
kertas. Harganya cukup menarik seiring dengan kenaikan harga bahan baku kertas
berupa pulp.
Jagung merupakan komoditas pangan sumber karbohidrat kedua setelah beras,
sangat penting untuk ketahanan pangan. Jagung juga berperan penting dalam industri pakan ternak dan industri
pangan. Dalam kurun lima tahun terakhir, kebutuhan jagung nasional untuk bahan
industri pakan, makanan dan minuman meningkat ±10%-15%/tahun. Buah jagung
yang masih muda banyak digunakan sebagai sayuran, perkedel, bakwan, dan
sebagainya. Kegunaan lain dari jagung adalah sebagai bahan baku farmasi,
dextrin, perekat, tekstil, minyak goreng, dan etanol.
Pengembangan jagung diarahkan untuk mewujudkan Indonesia menjadi produsen
jagung yang tangguh dan mandiri pada tahun 2025 dengan ciri-ciri produksi yang
cukup dan efisien, kualitas dan nilai tambah yang berdaya saing, penguasaan
pasar yang luas, meluasnya peran stakeholder, serta adanya dukungan pemerintah
yang kondusif. Dalam periode 2005-2025, produksi jagung nasional diproyeksikan
rata-rata tumbuh sebesar 4,26%.
Kondisi di atas menggambarkan bahwa komoditi jagung mempunyai peluang yang
sangat besar untuk dikembangkan melalui agribisnis. Jagung banyak diolah dalam bentuk tepung, makanan ringan atau
digunakan untuk bahan baku pakan ternak. Dengan adanya diversifikasi, hampir
seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk keperluan manusia baik langsung
maupun tidak langsung. Sejalan dengan perkembangan industri pengolah jagung dan
perkembangan sektor peternakan, permintaan akan jagung cenderung semakin meningkat
dan hal ini dapat membuka peluang lapangan kerja baru.
BAB
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi adanya impor jagung dari
luar negeri maka indonesia harus mampu untuk melakukan intensifikasi jagung.
Dengan menggunakan jagung hibrida, perluasan lahan, dan melakukan
penelitian-penelitian guna meningkatkan kualitas hasil panen dengan cara
diversifikasi hasil panen menjadi produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Diharapkan produktifitas jagung akan meningkat, dan mengurangi ketergantungan
pada hasil impor.
DAFTAR
PUSTAKA
Allard.
1995. Pemuliaan Tanaman. Jakarta:
Rineka Cipta. Terjemahan Manna. Cetakan kedua
Anne.
2011. Pentinganya Diversifikasi Pertanian. http://www.anneahira.com/ diversifikasi-pertanian.html.
Diakses 20 Februari 2012
Barazi.
2011. Budidaya Jagung Hibrida. http://rezabarazi.blogspot.com/2011/09/ budidaya-jagung-hibrida.html.
Diakses 20 Februari 2012
Departemen
Pertanian. 2007. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Tanaman Pangan. www.deptan.go.id. Diakses 20
Februari 2012
Hasyim
dan Yusuf. 2008. Diversifikasi Produk Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan Substitusi
Beras. Malang: Balai Penelitian Tanaman kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 30 Juli
2008
Nur,
Makkulawu, dan Dahlan. 2006. Keragaman dan Kolerasi Komponen Terhadap Kolerasi
Komponen Hasil Terhadap Hasil Genotipe Jagung Hibrida. Jurnal Agrivigor, 5 (2): 190-197
Salomonsson.
2011. Morfologi dan Klasifikasi Tanaman Jagung. http://mukegile
08.wordpress.com/2011/06/06/morfologi-dan-klasifikasi-tanaman-jagung/. Diakses 20
Februari 2012
Suprapto.
2003. Pengembangan Sumber Daya Lahan dan
Air di Indonesia. Dalam FAO Invesment in Land and Water. Proceeding of
Regional Consultation
Yuwono.
2009. Membangun Kesuburan di Lahan Marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 9 (2): 137-141
Zubachtirodin,
Pabbage, M.S., dan Subandi. 2006. Wilayah
Produksi Dan Potensi Pengembangan Jagung. Maros: Balai Penelitian Tanaman
Serelia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar