Selasa, 20 Desember 2011

SISTEM PERTANAMAN LORONG (ALLEY CROPPING)

SISTEM PERTANAMAN LORONG (ALLEY CROPPING) SEBAGAI ALTERNATIF KONSERVASI LAHAN KERING GUNA
MENINGKATKAN PRODUKSI TANAMAN


Sistem pertanaman lorong (alley croping) adalah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong (alley) di antara barisan tanaman pagar (Sariyata, Ketut., 2007). Sistem tersebut biasanya diterapkan pada lahan yang tergolong kering, penanaman tanaman tahunan seperti lamtoro, sengon, mahoni, dan lain sebagainya sebagai pagar, tanaman pagar biasanya dimanfaatkan sebagai kayu untuk kebutuhan furniture, perlengkapan rumah, mupun dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar. 

Tanaman pagar secara ekologis difungsikan untuk menampung air, menyuburkan tanah, meminimalisir potensi erosi dan longsor dan memicu peningkatan aktivitas mikroorganisme sehingga cocok untuk ditanami tanaman semusim yang toleran. Tanaman semusim yang toleran terhadap kekeringan misalnya jagung, kedelai, sorgum, singkong dan lain sebagainya untuk ditanam diantara tanaman pagar. Tujuannya adalah untuk menunggu masa panen tanaman pagar sehingga dari kegiatan tersebut tetap ada pemasukan.

Konservasi lahan kering penting untuk dilakukan karena tanah tersebut cukup luas dan belum dapat dimanfaatkan secara optimal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mendapatkan hasil yang optimal perlu dilakukan kombinasi teknik lain, terutama untuk menampung air guna memenuhi kebutuhan air tanaman semusim saat terjadi musim kekeringan yang parah seperti membuat embung, dan rorak. 

Kebutuhan air kedelai, jagung, dan sorgum memang reltif sedikit namun jika kekeringan berlangsung lama maka pertumbuhannya kurang optimal. Air hasil penampungan pada musim hujan tersebut dapat digunakan untuk menyiram tanaman diatas jika diperlukan. Alley cropping merupakan kombinasi antara tanaman tahunan (pagar) dan tanaman semusim yang dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga dapat menguntungkan secara ekologi, ekonomi, dan sosial. Keuntungan sistem pertanaman lorong:

a.Ekologi
Dapat menyumbangkan bahan organik dan hara terutama nitrogen untuk tanaman lorong. Mengurangi laju aliran permukaan dan erosi apabila tanaman pagar ditanam secara rapat menurut garis kontur. Terpaan angin dapat diminimalisir sehingga tanaman musiman tetap dalam kondisi yang baik. Meningkatkan keanegaragaman hayati dan keseimbangan agroekosistem.
b.Ekonomi
Menghemat biaya pengolahan lahan karena tidak perlu dilakukan pembajakan untuk menggemburkan tanah. Mengurangi biaya pemupukan dengan memanfaatkan daun tanaman pagar untuk dijadikan kompos atau mulsa. Ranting pohon tahunan dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar.
c.Sosial
Dapat meningkatkan ketahanan pangan dan ekonomi serta penggangguran dapat dikurangi.

Sedangkan kelemahan penanaman lorong atau alley cropping diantaranya adalah :
1.Tanaman pagar mengambil sekitar 5 - 15% areal yang biasanya digunakan untuk tanaman pangan /tanaman utama. Untuk itu, perlu diusahakan agar tanaman pagar dapat memberikan hasil langsung. Hal ini dapat ditempuh misalnya dengan menggunakan gliricidia sebagai tanaman pagar dan sekaligus sebagai tongkat panjatan bagi vanili atau lada. Cara lain misalnya dengan menanam kacang gude sebagai tanaman pagar.
2.Sering terjadi persaingan antara tanaman pagar dengan tanaman utama untuk mendapatkan hara, air, dan cahaya. Cara mengatasinya adalah dengan memangkas tanaman pagar secara teratur supaya pertumbuhan akarnya juga terbatas.
3.Tenaga kerja yang diperlukan untuk penanaman dan pemeliharaan tanaman pagar cukup tinggi (Haryati, Umi., 2010).

Keuntungan yang maksimal akan dapat diperoleh jika pemilihan komoditas yang akan ditanam sedang diminati konsumen, selain itu komoditas harus berkualitas baik, dan untuk meningkatkan nilai ekonominya bisa dilakukan teknik pasca panen yang memadai. Contoh penanganan paca panen yang baik misalnya jagung dipasarkan dalam bentuk tepung maizena dan dikemas dengan kemasan yang baik.
Persyaratan tanaman pagar:
1. Tahan pemangkasan dan dapat bertunas kembali secara cepat sesudah pemangkasan, dan
menghasilkan banyak hijauan
2. Tingkat persaingannya dengan tanaman lorong tidak begitu tinggi.
3. Sebaiknya mempunyai manfaat ganda seperti untuk pakan ternak, kayu bakar dan penghasil buah
supaya mudah diadobsi petani

Berikut ilustrasi penerapan allley croping pada lahan kering :
Tanaman pagar dapat dipilih misalnya sengon dan mahoni, pertimbangannya tanaman ini bernilai cukup tinggi (kayu) dengan masa panen 5 – 6 tahun, ranting dan batang dapat dimanfaatkan untuk kayu bakar, daunnya dapat dimanfaatkan sebagai mulsa ataupun kompos serta tanaman ini relatif tahan dalam kondisi kering. Jarak tanam sengon dan mahoni, yakni (2 x 10) m untuk bagian lebar pagar ditanami tanaman musiman ditanami jagung dengan jarak tanam (25 x 75) cm, kedelai (20 x 20) cm. Berikut analisis ekonomi sederhananya dalam lahan seluas 1 hektar :



Keterangan :
A : Tanaman Pagar (sengon dan mahoni)
B : Tanaman Kedelai
C : Tanaman jagung
a.Multiple cropping dengan alley cropping
1.Tanaman sengon dan mahoni
Banyaknya pohon = (luas lahan : Jarak tanam) = (10000 : (10 x2)) = 500 pohon
a. Harga tiap m3 kayu = Rp. 800.000, Kayu bakar = Rp. 50.000
- pohon tinggi menghasilkan 1,5 m3 x 800.000 = Rp. 1.200.000 x 500 pohon = Rp. 600.000.000
- pohon menghasilkan 0,2 m3 tiap tahun pada saat pemangkasan berarti selama 6 tahun menghasilkan 1,2 m3 x 50.000 = Rp. 60.000 x 500 pohon = Rp.30.000.000
- Total = 600.000.000 + 30.000.000 = 630.000.000
- Netto = total – (pengeluaran + kerusakan + transport) = 60 % x 630.000.000 = Rp. 378.000.000
2.Tanaman kedelai dan jagung (8000 m2) =>> 1 tahun 1 kali tanam 2 kali bera Kedelai (60%)
=>> 960 x Rp.6000 = Rp.5.760.000
3. Jagung (40%)
(Luas jagung / luas lahan) x hasil
=>>1600 x Rp. 2500 = Rp. 4.000.000
Total = 5.760.000 + 4.000.000 = 9.760.000 x 6 tahun x 60%
= Rp. 35.136.000

Keseluruhan = 378.000.000 + 35.136.000 = Rp.413.136.000

b. Monokultur
1. Kedelai
Tiap hektar rata – rata menghasilkan 2000 kg, harga 1 kg = Rp. 6000, maka selama 6 tahun menghasilkan :
2000 x 6000 x 6 x 60% = Rp. 43.200.000
Jagung rata – rata menghasilkan 5000 kg tiap hektar, harga 1 kg = Rp. 2.500, maka selama 6 tahun menghasilkan =
5000 X 2500 x 6 x 60% = Rp. 45.000.0000

Menurut Siswomartono dan Wirodidjojo (1990), dalam Subagyono., et al (2003) kendala utama dalam memotivasi petani untuk menerapkan paket teknologi konservasi yang diperkenalkan meliputi: keterbatasan kemampuan finansial petani untuk menerapkan dan memelihara tindakan konservasi, serta tingkat pengetahuan dan keterampilan petani yang rendah. Untuk mengatasi kendala tersebut, mereka menyarankan perlu dikembangkannya paket teknologi konservasi yang lebih tepat guna, yaitu secara teknik lebih sederhana, lebih ekonomis, dapat diterima masyarakat, tetapi lebih efektif dapat mengendalikan aliran permukaan dan erosi. Berikut beberapa langkah yang bisa diambil untuk memotivasi petani agar menerapkan alley cropping :
1. Memberikan pengetahuan dan pemahaman serta pelatihan menampung air dengan membuat embung atau rorak.
2. Memberikan pelatihan pengolahan daun menjadi kompos dan hingga pupuk pestisida alami
3. Memberikan pelatihan dan budidaya tanaman yang cocok untuk dikembangkan
4. Memotivasi petani untuk terus maju dengan terus belajar serta mempermudah akses permodalan dan pemasaran.

Refrensi

Haryati, Umu. 2010. Budidaya Lorong (Alley Cropping). http://bebasbanjir2025. Word press .com/teknologi-pengendalian-banjir/budidaya-lorong/. Diakses 10 September 2011

Sariyata, Ketut. 2007. Usaha tani konservasi (pola budidaya lorong). Kupang : Balai Besar Pelatihan Peternakan Nusa Tenggara Timur

Menurut Siswomartono dan Wirodidjojo (1990), dalam Subagyono., et al (2003). Teknologi Konservasi Air pada Lahan Kering. Jogjakarta : UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar