Senin, 24 Desember 2012

FIELD TRIP MORFOLOGI TANAMAN KELAPA SAWIT

MORFOLOGI TANAMAN KELAPA SAWIT



I. PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Kelapa sawit merupakan bahan baku utama dalam pembuatan minyak goreng komersial, permintaan kelapa sawit terus meningkat tiap tahunnya karena minyak goreng sejalan dengan naiknya kebutuhan masyarakat. Menambah produksi kelapa sawit penting untuk dilakukan supaya kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi, budidaya kelapa sawit sebagian besar berada di luar jawa khususnya di Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi. Pertanaman kelapa sawit umumnya di lakukan sebagian besar oleh perkebunan BUMN da perkebunan swasta nasional dengan sistem plasma dengan perkebunan rakyat hingga perusahaan swasta. Hasil olahan kelapa sawit yang dijual dalam bentuk minyak mentah atau CPO (Crude palm oil), selain di pasarkan ke dalam negeri baik berupa CPO maupun dalam bentuk produk olahan kelapa sawit juga di ekspor ke luar negeri karena produksinya tinggi.
Mengingat kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekspor andalan non-migas, penanaman, perawatan, pemeliharaan harus dilakukan dengan baik untuk menunjang dihasilkannya produk yang prima pada saat panen pasca panen dan pemasaran. Mengenali morfologi kelapa sawit merupakan dasar yang penting untuk menentukan teknik pemeliharaan, penanaman dan perawatan kelapa sawit. Berdasarkan informasi dari berbagai sumber diketahui bahwa kelapa sawit merupakan tanaman penyerbuk silang, artinya letak kelamin jantan dan betina berada pada bunga yang berlainan (berumah dua). Keberhasilan penyerbukan kelapa sawit dapat didorong dengan pembiakan serangga penyerbuk khusus yang mengedar-kan serbuk sari pada putik bunga betina.
Penampakan luar atau morfologi lain yang perlu dicermati dan dipahami adalah bentuk daun, akar, batang, dan biji. Mempelajari dan memahami karakteristik morfologi /organ luar kelapa sawit kelapa sawit digunakan sebagai dasar untuk mengelola khususnya pemeliharaan dan perawatan kelapa sawit yang tepat supaya pertumbuhannya baik sehingga menghasilkan hasil optimal. Penerapan pemahaman terhadap morfologi kelapa sawit untuk pemeliharaan tanaman misalnya dengan mempelajari karakteristik biji kelapa sawit sebagai bahan tanam. Karakteristik biji kelapa sawit berdasarkan tipe perkecambahannya tergolong tumbuhan berkeping satu (monokotil), berdasarkan kadar air benihnya termasuk benih rekalsitran. Benih rekalsitran membutuhkan perawatan khusus, dan umumnya lebih pendek dibanding benih orthodox yang berkadar air rendah. Biji kelapa sawit digunakan sebagai salah satu bahan tanam, benih yang berkualitas dapat dihasilkan melalui perlakuan yang baik sesuai karakteristik benih. Tetapi dewasa ini perbanyakan kelapa sawit umumnya banyak dilakukan dengan memanfaatkan teknologi kultur jaringan, alasannya lebih cepat, banyak, dan sifat unggul dapat dipertahankan. 
Mempelajari morfologi kelapa sawit yang baik selain dapat dilakukan dengan studi pustaka juga diperlukan studi langsung dilapang, misalnya dalam kegiatan filed trip atau kunjungan lapang. Pelaksanaan field trip diharapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menganalisis intensifikasi teknologi kelapa sawit meningkat karena dilakukan dengan mempelajari obyeknya secara langsung. Pelaksanan field trip penting untuk dilakukan untuk memperkaya teori yang sudah diperoleh yang disinergikan dengan pengalaman dilapang sehingga wawasan yang diperoleh lebih kaya. Kegiatan field trip memungkinkan mahasiswa untuk berdiskusi mengenai pengelolaan kelapa sawit secara nyata dilapangan yang tidak hanya terpaku pada teknis budidaya. Selain teknis budidaya didalam pelaksanaan field trip juga dapat didiskusikan mengenai pengelolaan manajemen pengaturan kerja, pengelolaan limbah, pengelolaan hasil, dan hukum atau perundangan yang berlaku. Kegiatan field trip secara keseluruhan penting untuk dilakukan untuk memperkaya pengetahuan, wawasan, pengalaman, dan keterampilan yang berguna untuk dijadikan modal dalam dunia kerja.

1.2  Tujuan
1. Memberikan wahan aplikasi keilmuan bagi mahasiswa.
2.  Memberikan pengalaman dan melatih keterampilan mahasiswa dalam menganalisa intensifikasi teknologi budidaya Kelapa Sawit.




II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) saat ini merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting di sektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya, hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Balai Informasi Pertanian, 1990; Khaswarina, 2001). Perkembangan ekspor yang terus meningkat disertai dengan harga yang semakin membaik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri menunjukkan bahwa tanaman kelapa sawit cukup potensial untuk dikembangkan (Khaswarina, 2001).

Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (CPO- crude palm oil) dan inti kelapa sawit (CPO) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non-migas bagi Indonesia.  Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Selama 14 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 2,35 juta ha, yaitu dari 606.780 ha pada tahun 1986 menjadi hampir 3 juta ha pada tahun 1999 (Manurung., Togu. G.E., 2001). Oleh karena itu mempelajari morfofisologis kelapa sawit sangat penting guna menghasilkan produksi kelapa sawit yang optimal yakni mendekati potensi genetisnya.
            
Tanaman kelapa sawit mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh (brondolan) dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih. Disamping itu ada kriteria lain tandan buah yang dapat dipanen apabila tanaman berumur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh kurang lebih 10 butir, jika tanaman berumur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh sekitar 15-20 butir (Utama dan Widjadja, 2004).
            
Kelapa sawit merupakan tanaman yang menyerbuk silang sehingga benih yang dihasilkan tidak seragam sifatnya dan sifat unggul tidak dapat dipertahankan. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan bibit unggul maka varietas hibrida tenera diperbanyak melalui kultur jaringan. Kelapa sawit hasil perbanyakan kultur jaringan seringkali menghasilkan buah dan bunga abnormal, berbeda dengan tanaman dari benih. Tanaman yang berasal dari benih sering terjadi abnormalitas saat mulai berbunga, namun menjadi stabil berbunga dan berbuah normal pada umur 2,5 tahun (Hetharie, et al., 2006).
            
Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah yang diseb but pericarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung minyak (6). Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida (7) (Pasaribu, 2004).
            
Pemanfaatan teknik kultur jaringan dalam skala besar dihmbat oleh adana fenotip buah bersayap kira – kira 5,69% pada klon PPKS atau 5 – 10% pada semua klon yang diregenerasi. Menurut Tandon et al., (2001) dalam (Hetharie, et al., 2006)  pistil kelapa sawit mempunyai stigma berbentuk cuping (trilobe) yang membentuk tiga lokul pada dasar ovari. Pada tiap lokul terdapat ovul sehingga pistil kelapa sawit dikatakan sebagai ginoesium dengan tiga karpel. Sedangkan bunga jantan mempunyai enam atau tujuh stanmen, tiap rangkaian buinga jantan menghasilkan serbuk sari 40-60 g.

            

Mathius, et al (2001) melaporkan tanaman kelapa sawit mempunyai tipe perakaran dangkal sehingga umumnya tidak toleran terhadap cekaman kekeringan, yang sangat membatasi pertumbuhan dan produksi. Cekaman kekeringan dapat menghambat pembukaan pelepah daun muda, merusak hijau daun yang menyebabkan daun tampak mengguning dan menggering, pelepah daun terkulai dan pupus patah. Pada fase reproduktif cekaman kekeringan menyebabkan perubahan nisbah kelamin bunga dan buah muda mengalami keguguran, dan tandan buah gagal menjadi rusak. Akhirnya mengakibatkan gagal panen dan menurunkan produksi tandan buah segar hingga 40% dan CPO hingga 21-65%.




III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat
            Field Trip dilaksanakan hari Sabtu, 05 Mei 2012 jam 07.00 WIB di  Kebun Percobaan Politeknik Negeri Jember, desa Sumbersari, Kecamatan Sumbersari, Jember.

3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Alat tulis
2.  Kamera

3.2.2 Bahan
1. Beberapa jenis tanaman kelapa sawit

3.2 Cara kerja
1.  Mengunjungi beberapa areal kelapa sawit
2.  Memilih beberapa contoh tanaman dan mengamati secara teliti ciri – ciri yang ada dari tiap jenis tanaman sawit tersebut.
3.  Mendiskusikan teknik kegiatan pembibitan, penyadapan dan pengolahan hasil tanaman sawit dengan para teknisi lapangan.
4.  Membuat laporan sesuai dengan topik yang telah ditentukan.




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
















4.2 Pembahasan
            
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk ke dalam famili Palmae dan subkelas Monocotyledoneae. Spesies lain dari genus Elaeis adalah E. melanococca yang dikenal sebagai kelapa sawit Amerika Latin. Beberapa varietas unggul yang ditanam adalah : Dura, Pisifera dan Tenera. Morfologi kelapa sawit merupakan dasar yang penting untuk menentukan teknik pemeliharaan, penanaman dan perawatan kelapa sawit yang tepat sehingga diharapkan dengan pemeliharaan yang tepat produksi dapat ditingkatkan hingga mendekati potensi genetisnya.
1.  Akar Tanaman kelapa sawit memiliki jenis akar serabut. Akar utama akan membentuk akar sekunder, tertier, kuartener dan seterusnya. Akar primer yang tumbuh vertikal disebut radicle sedangkan yang tumbuh horisontal disebut adventitous root, dengan diameter 5 – 10 mm. Akar skunder adalah akar yang tumbuh dari akar primer, arah tumbuhnya mendatar ataupun kebawah, berdiameter 1 – 4 mm. Akar tertier memiliki panjang 15 cm dengan diameter 0,5 mm – 1,5 mm, sedangkan akar kuarter berdiameter 0,2 – 0,5 mm dan panjang rata – ratanya 3 cm.
2. Batang : Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter sekitar 20–75 cm. Tinggi batang bertambah sekitar 45 cm per tahun. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai pertambahan tinggi dapat mencapai 100 cm per tahun. Pada ujung batang terdapat titik – titik tumbuh, pertumbuhan batang meninggi mulai umur 4 tahun, dengan kecepatan pertumbuhan sekitar 25 – 40 cm per tahun.
3. Daun : Susunan daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk. Susunan ini menyerupai susunan daun pada tanaman kelapa. Panjang pelepah daun sekitar 7,5–9 m. Jumlah anak daun pada setiap pelepah berkisar antara 250–400 helai. Produksi pelepah daun selama satu tahun mencapai 20–30 pelepah. Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian, sebagai berikut:
*   Kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib).
*   Rachis yang merupakan tempat anak daun melekat.
*   Tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang.
*   Seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberi kekuatan pada batang.
4. Bunga : Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan rangkaian bunga betina. Umumnya tanaman kelapa sawit melakukan penyerbukan silang. Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya dapat menghasilkan satu infloresen (bunga majemuk). Bunga kelapa sawit merupakan bunga majemuk yang terdiri dari kumpulan spikelet dan tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral.
5. Buah : Buah terkumpul di dalam tandan. Dalam satu tandan terdapat sekitar 1.600 buah. Tanaman normal akan menghasilkan 20–22 tandan per tahun. Jumlah tandan buah pada tanaman tua sekitar 12–14 tandan per tahun. Berat setiap tandan sekitar 25–35 kg. Buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri dari pericarp yang terbungkus oleh exocarp (kulit), mesocarp, dan endocarp (cangkang) yang mebungkus 1-4 inti/kernel. Inti memiliki testa (kulit), endosperm yang padat, dan sebuah embrio (Anonymous, 2012)

Gulma pada pertanaman kelapa sawit merupakan masalah serius yang dapat menyebabkan penurunan produksi sawit jika populasinya tinggi, hal ini terjadi karena antara gulma dan kelapa sawit berlangsung kompetisi serapan hara dan air. Akibatnya hara dan air yang diserap oleh akar kelapa sawit berkurang sehingga kebutuhan tanaman tidak dapat dipenuhi secara optimal yang bermuara pada terganggunya pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit. Pertumbuhan yang terhambat berkolerasi positif dengan penurunan produksi atau panen kelapa sawit.
          
Pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit dilakukan tidak seintensif  pada perkebunan komoditas hortikultura, namun pengendalian gulma harus tetap dilakukan. Pengendalian gulma di perkebunan kelapa Sawit dilakukan pada piringan dan gawangan. Gawangan yang dibersihkan adalah gawangan hidup. Pada gawangan hidup ini terdapat jalan pikul dengan lebar satu meter. Jalan pikul adalah jalan yang digunakan untuk mengangkut hasil panen kelapa sawit. Oleh karena itu jalan pikul ini juga harus bersih dari gulma. Gulma-gulma dan pelepah kelapa sawit yang dibersihkan diletakan di gawangan mati yang nantinya dapat menjadi pupuk organik bagi tanaman kelapa sawit.
            
Ada 3 jenis gulma yang perlu dikendalikan, yaitu (1) ilalang di piringandan gawangan, (2) rumput-rumputan di piringan, dan (3) tumbuhan penggangguatau anak kayu di gawangan. Gulma utama yang tidak boleh ada di perkebunankelapa sawit adalah gulma berkayu seperti Melastoma malabatrichum. Gulma lunak seperti Digitaria sp. dan jenis gulma rumput lainnya tidak perlu dikendalikan asalkan tingginya tidak melebihi 20 cm. lalang pada perkebunan kelapa sawit sangat perlu dihindari. Ilalang perlu dikendalikan karena pertumbuhannya yang cepat sehingga penyerapan unsur hara yang cepat pula oleh ilalang akan mengganggu pertumbuhan kelapa sawit. Alasan lain adalah kondisi populasi ilalang yang tinggi merupakan potensi terjadinya kebakaran.               

Pengelolaan gulma umumnya dilakukan secara mekanis dan kimiawi, mengingat luasan pertanaman kelapa sawit yang luas maka pengendalian gulma banyak dilakukan dengan mengaplikasikan herbisida. Teknis pelaksanaannya dimulai dengan herbisida mengencerkan herbisida kedalam air didalam tangki (alat semprot), misalnya 10 ml dalam 30 liter air, tetapi standar pada perkebunan komersial umumnya pelarut (solute) 1% terhadap terlarut (solvent). Larutan herbisida kemudian dapat disemprotkan pada lingkar yang dibuat  disekitar pohon / piringan. Untuk mengahsilkan pengendalian OPT yang efektif maka diperlukan cara dan penyemprotan herbisida yang benar, dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut :
1.    Ukuran droplet harus tepat untuk berbagai jenis penyemprotan yang berbeda, ukuran droplet yang baik harus membentuk butiran kecil dan halus sehingga didapatkan sudut semprot yang lebar, dan droplet bisa merata pada permukaan daun.
2.    Permukaan target tertutup oleh droplet dalam jumlah yang memenuhi syarat, semakin merata permukaan daun oleh droplet dengan butiran yang kecil dan halu maka semakin efektif pula penyemprotan yang dilakukan sehingga OPT akan banyak yang mati.
3.    Volume aplikasi yang tepat dapat membunuh OPT secara efesien dan tidak terlalu mencemari lingkungan, asar dilakukan dengan prosedur yang benar.
4. Herbisida yang menempel pada target harus sebanyak mungkin, dengan banyaknya herbisida yang menempel kemungkinan OPT untuk hidup semakin kecil.
5.    Penyebaran droplet semprotan pada permukaan bidang sasaran hurus merata
            
Hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam penggunaan herbisida adalah ketepatan penentuan dosis. Dosis yang terlalu tinggi akan menyebabkan pemborosan herbisida, di samping merusak lingkungan. Dosis yang terlalu rendah menyebabkan hama sasaran tidak mati. Di samping berakibat mempercepat timbulnya resistensi.
1. Dosis herbisidaDosis adalah jumlah herbisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu kali aplikasi atau lebih. Ada pula yang mengartikan dosis adalah jumlah herbisida yang telah dicampur atau diencerkan dengan air yang digunakan untuk menyemprot hama dengan satuan luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif herbisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis herbisida biasanya tercantum dalam label herbisida.
2.  Konsentrasi herbisida : Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan herbisida, antara lain :
a. Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu herbisida dalam larutan yang sudah dicampur dengan air.
b. Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya herbisida dalam cc atau gram setiap liter air.
c. Konsentrasi larutan atau konsentrasi herbisida, yaitu persentase kandungan herbisida dalam suatu larutan jadi.
3.  Alat sempro : Alat untuk aplikasi herbisida terdiri atas bermacam-macam seperti knapsack sprayer (high volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 500 liter. Mist blower (low volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi sekitar 100 liter. Dan Atomizer (ultra low volume) biasanya kurang dari 5 liter. Alat Penyemprot yang akan disebarkan di berbagai titik. Mengingat penggunaan herbisida yang penting dan juga penuh perhatian tersebut maka dibutuhkan Sistem penyemprotan herbisida ini yang dapat mengatur penyempro -tan mulai dari debit herbisida yang dibutuhkan hingga durasi penyemprotan secara berkala, dimana akan ditempatkan beberapa alat pada titik-titik tertentu area persawahan tersebut.
`          
Penggunaan alat semprot untuk diaplikasikan pada areal lahan yang cukup luas ± 1 Ha agar lebih efektif harus dilakukan kalibrasi dengan tujuan dapat mengefesiensikan penggunaan tenaga kerja, herbisida sehingga akan berpengaruh langsung pada pengelolaan biaya produksi. Formula perhitungan kalibrasi adalah sebagai berikut :








Jumlah Volume (D) merupakan jumlah aplikasi yang harus dilakukan pada lahan tersebut yang telah ditambahnkan bahan pelarut dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan. Kebutuhan ini tdak dapat digunakan sebagai acuan yang pasti apabila terdapat variabel yang dirubah seperti aplikator, jenis alat serta keadaan-keadaan alam (hujan, angin, mendung, panas, dsb). Oleh karena itu, kalibrasi setidaknya dilakukan dengan menggunakan 3 range sampel agar hasil yang didapatkan lebih mendekati nilai yang valid.
            
Kalibrasi alat semprot penting untuk dilakukan karena hasil dari kalibrasi dapat digunakan sebagai acuan kebutuhan pestisida dalam luas lahan tertentu dan dengan waktu semprot tertentu. Diharapkan dengan kalibrasi yang baik kebutuhan herbisida dapat diketahui secara tepat sehingga efisiensi biaya, tenaga, dan waktu dapat dicapai. Jika hal itu dapat tercapai maka keuntungan yang diperoleh dapat ditingkatkan. Terkait pelaksanaannya dalam pengendalian kimiawi kelapa sawit tiga faktor penting untuk keberhasilan kalibrasi adalah lebar gawang dan model gawang, luas piringan, serta HOK (hari orang kerja) dan prestasi kerja.
            
Sebelum dilakukan pemanenan kelapa sawit biasanya dilakukan penimbangan sampel buah kelapa sawit tiap tandan secara acak dalam areal pertanaman kelapa sawit. Tujuannya adalah untuk memprediksikan hasil panen yang akan diperoleh, buah dianggap layak untuk dipanen jika jumlah buah tiap tandan diatas 120 buah. Jika jumlah buah per tandan dibawah 120 maka tidak dilakukan panen, hal ini berkaitan dengan ongkos panen dimana pada kisaran tersebut diestimasikan operasional pekerja tidak dapat tercukupi oleh hasil yang diperoleh. Hasil yang baik untuk tiap tandanya bisa mencapai 160 buah, jika hal itu terjadi maka keuntungan yang diperoleh akan jauh lebih besar.
            
Pertanaman kelapa sawit umumnya menggunakan jarak tanam dengan pola segitiga, alasannya adalah supaya populasi per hektar lebih banyak dibandingkan jarak tanam segi empat. Sebagai gambaran berikut ilustrasi perbandingan populasi kelapa sawit per hektar dengan pola jarak tananm persegi dan segitiga yang diketahui jarak tanamnya masing-masing ialah 9,2 x 9,2 x 9,2 m (segitiga) dan 9,2 x 9,2 m (persegi).

























Berdasarkan hitungan diatas jelas dapat diketahui bahwa menam kelapa sawit dengan pola segitiga jauh lebih besar populasi yang bisa ditanam yakni 119 untuk pola tanam persegi dan 138 untuk pola tanam segitiga jika jarak tanamnya 9,2 x 9,2 x 9,2 m. Populasi yang lebih besar dengan pertimbangan pertumbuhan dan ekologis yang tepat akan menghasilkan produksi kelapa sawit yang jauh lebih besar, jadi efisiensi dapat ditingkatkan. Potensi Indonesia untuk pengembangan kelapa sawit jelas sangat mendukung baik dari segi alam atau sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia (SDM) yang makin meningkat. Hal – hal yang mendukung budidaya kelapa sawit di Indonesia antara lain :
1. Lahan pertanian yang sangat luas dan banyak yang belum termanfaatkan terutama lahan marginal, karena diketahui kelapa sawit mampu bertahan pada pH rendah yankni 4,5.
2. Populasi penduduk yang besar untuk tenaga kerja, penduduk yang perpendidikan tinggi semakin meningkat berarti SDM juga semakin meningkat menjadi nilai lebih tersendiri.
3.  Permintaan minyak goreng maupun CPO (Crude palm Oil) yang terus meningkat.
4.  Manfaat bagi masyarakat dapat mengurangi angka pengangguran, meningkatkan pendapatan per kapita, bagi perusahaan lahan kelapa sawit dapat diolah dan dipasarkan dengan cepat dan dapat memperbesar usaha dan pemasarannya.
5.  Bagi pemerintah keberadaan perkebunan kelapa sawit baik swasta maupun BUMN dapat meningkatkan pendapatan pemerintah dari sektor pajak, dan sumber devisa negara yang besar.
6.  Adanya perkebunan kelapa sawit dan usaha pengolahannya dapat menggerakkan sektor perekonomian lainnya seperti telekomunikasi, transportasi, perdagangan, pariwisata, dan lain sebagainya.




V. KESIMPULAN 


1. Kelapa sawit merupakan tanaman berakar serabut, berbatang silinder, daun majemuk, tanaman berumah dua (alat reproduksi betina dan jantan tidak dalam satu bunga), dengan buah terkumpul didalam tandan.
2.  Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian gulma kelapa sawit adalah model gawangan, luas piringan, prestasi kerja, dosis, konsentrasi dan alat semprot yang digunakan.
3.    Pola tanam yang sering digunakan dalam pertanaman kelapa sawit adalah pola tanam segitiga karena populasi yang dihasilkan lebih banyak. Pengambilan sampel berat kelapa sawit sebelum pemanenan berfungsi untuk memprediksikan hasil yang diperoleh dan untuk menentukan apakah kelapa sawit yang dibudifayakan layak dipanen atau tidak jika dikaitkan dengan tenaga kerja.
4.  Manfaat pertanaman kelapa sawit bagi pemerintah adalah sebagai sumber pendapatan pajak dan devisa, penggerak sektor perekonomian lain, dan penyedia lapangan kerja.





 DAFTAR PUSTAKA


Anonymous. 2007. Seluk Beluk Kelapa Sawit. http://sawitkalbar.blogspot.com/ 2007/10/tanaman-kelapa-sawit.html. diakses 20 Mei 2012

Balai Informasi Pertanian. 1990. Pedoman Budidaya Kelapa Sawit. Departemen Pertanian. Medan. 32 hal. dalam Kaswarina. 2001. Keragaan Bibit Kelapa Sawit terhadap Pemberian Berbagai Kombinasi Pupuk di Pembibitan Utama. Natur Indonesia. 3 (2) : 138 – 150

Hetharie, Wattimena, Thenawidjaya, Asmidinoor, Mathius, dan Ginting. 2006.  Karakterisasi Morfologi Bunga dan Buah Abnormal Kelapa Sawit (Elaeis guineesis Jacq) Hasil Kultur Jaringan. Agronomi. 35 (1) : 50 - 57

Kaswarina. 2001. Keragaan Bibit Kelapa Sawit terhadap Pemberian Berbagai Kombinasi Pupuk di Pembibitan Utama. Natur Indonesia. 3 (2) : 138 – 150

Manurung., Togu. G.E., 2001. Analisis Valuasi Ekonomi Investasi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Jakarta : Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC

Mathius, Wijana, Guharja, Aswidinoor, Yahya, dan Subroto. 2001. Respon Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineesis Jacq) terhadap Cekaman Kekeringan. Menara Perkebunan. 69 (2) : 29 - 45

Pasaribu., Nurhida. 2004. Minyak buah Kelapa Sawit. Medan : Universitas Sumatra Utara

Utomo dan Widjaja. 2004. Limbah Padat Pengolahan Minyak Sawit Sebagai Sumber Nutrisi Ternak Ruminansia. Jurnal Litbang Pertania. 23 (1) : 22 – 28.

Tandon, R., T.N. Manohara, B.H.M. Nijalingappa, K.R. Shivana. 2001. Polination and Polen-Pistil Interaction in Oil Palm, Elaeis guineensis. Annals of Botany. 87 : 831 – 838 dalam Hetharie, Wattimena, Thenawidjaya, Asmidinoor, Mathius, dan Ginting. 2006.  Karakterisasi Morfologi Bunga dan Buah Abnormal Kelapa Sawit (Elaeis guineesis Jacq) Hasil Kultur Jaringan. Agronomi. 35 (1) : 50 - 57













      




Tidak ada komentar:

Posting Komentar