Senin, 24 Desember 2012

PROGRAM PENGEMBANGAN JAGUNG DI INDONESIA UNTUK MENGATASI IMPOR


PROGRAM PENGEMBANGAN JAGUNG DI INDONESIA 
UNTUK MENGATASI IMPOR




BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Jagung adalah tanaman semusim yang dapat tumbuh optimal pada ketinggian maksimum 1300 m dpl, dengan suhu 230C - 270C. Iklim tropis hingga sub-tropis merupakan daerah yang cocok untuk pertumbuhan jagung sehingga dapat diperoleh produksi yang tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang membudidayakan jagung, hal tersebut sangat didukung oleh sumber daya alam yang relatif baik. Selain itu, Indonesia juga dikenal sebagai negara agraris, yakni sebuah negara yang mengutamakan kegiatan perekonomiannya dibidang pertanian, terbukti 60% lebih penduduk Indonesia bekerja sebagai petani. Faktor pendukung lain adalah luas lahan pertanian yang jauh lebih luas dibandingkan dengan sebagian besar negara lainnya serta jumlah penduduk yang besar.
            Beberapa kelebihan tersebut ternyata tidak berbanding lurus dengan produksi jagung yang besar dan berkualitas. Berdasarkan potensi sumberdaya yang ada, seharusnya Indonesia bisa menjadi salah satu negara penghasil jagung utama dunia, namun hal itu tidak terjadi. Indonesia terus melakukan impor jagung dari negara lain tiap tahunnya, hal tersebut sangat ironis mengingat potensi yang dimiliki Indonesia. Impor jagung yang dilakukan Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya cuaca yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit, varietas yang budidayakan sebagian besar produksinya rendah. Aplikasi teknologi yang rendah, belum termanfaatkannya lahan marginal secara optimal, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kepentingan petani, dan  harga jual jagung yang rendah juga berkontribusi menghambat produksi jagung di Indonesia.
       Adanya berbagai permasalahan tersebut telah mendorong berbagai pihak berupaya dalam meningkatkan produksi jagung. Upaya yang telah dilakukan diantaranya mengembangkan dan membudidayakan varietas hibrida, memanfaat - kan lahan marginal sebagai lahan tanam jagung, dan mengolah jagung menjadi produk yang bernilai jual tinggi. Harga jagung yang kompetitif perlu di upayakan oleh pemerintah supaya minat petani untuk membudidayakan jagung meningkat yakni dengan membatasi impor dan mendukung permodalan serta pelatihan maupun sosialisasi teknis budidaya jagung yang baik.

        Ketergantungan terhadap jagung impor dapat ditanggulanggi melalui program penggembangan jagung yang baik dan terencana, dan partisipasi dari semua pihak sangat diperlukan. Pemerintah membuat regulasi yang bijak (mendukung kepentingan petani) dan melakukan sosialisasi serta pelatihan teknis produksi produksi jagung yang baik. Petani menyerap dan memfilter kebijakan pemerintah dan melakukan produksi jagung yang berkesinambungan sesuai dengan anjuran pemerintah dan disinergikan dengan kearifan budaya lokal.
Pengusaha membeli jagung petani dengan harga yang pantas, serta peneliti melakukan penelitian mengenai metode peningkatan produksi dan kualitas jagung sehingga permasalahan teknis ditingkat petani dapat dikurangi. Yang terpenting kepercayaan antar komponen harus dipertahankan agar lingkungan menjadi kondusif. Lingkungan yang relatif kondusif dapat mendorong semangat dan partisipasi petani sehingga produksi yang dihasilkan meningkat.

1.2 Perumusan Masalah
1. Mengapa untuk mengguranggi ketergantungan impor jagung perlu dilakukan pengembangan jagung hibrida dan mengoptimalkan lahan marginal sebagai lahan pertanaman jagung yang relatif toleran?
2. Sejauh mana nilai jual jagung dapat ditingkatkan melalui diversivikasi jagung?

1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1. Mengguranggi ketergantungan impor jagung dengan menanam jagung hibrida dan mengoptimalkan lahan marginal sebagai lahan pertanaman jagung yang relatif toleran sehingga produksi jagung dapat ditingkatkan.
2.  Meningkatkan nilai jual jagung dengan melakukan diversivikasi produk sehingga bernilai jual tinggi.

1.3.2 Manfaat
1.  Produksi jagung meningkat dan lahan marginal dapat dioptimlkan untuk mendukung peningkatan tersebut sehingga impor jagung dapat ditekan.
2. Nilai jual jagung dapat ditingkatkan dan dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru, melalui diversivikasi.






BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman jagung merupakan tanaman pangan kedua utama setelah padi yang banyak diperlukan sebagai bahan makanan, pakan ternak dan sebagai bahan baku industri.  Sebagai akibat meningkatnya perekonomian Indonesia, pola konsumsi penduduk ikut berubah.Permintaan daging terutama yang berasal dari unggas dan telur setiap tahun terus meningkat. Dalam rangka untuk memenuhi permintaan ini, pemerintah memacu perkembangan populasi ternak unggas di Indonesia. Karena komposisi jagung dalam pakan ternak sebesar 51% maka kebutuhan jagung setiap tahun terus meningkat (Barazi, 2001). Klasifikasi ilmiah jagung adalah sebagai berikut :
    Kerajaan          : Plantae
Divisio             : Angiospermae
Kelas               : Monocotyledoneae
Ordo                : Poales
Familia             : Poaceae
Genus              : Zea
Spesies             : Zea mays L (Salomonsson, 2011).
2.1 Varietas Hibrida
            Pengembangan kultivar hibrida didasarkan pada gejala heterosis dengan menggunakan populasi  tanaman F1 sebagai  tanaman  produksi.  Oleh karena itu varietas hibrida selalu dibuat  atau  diperbahami untuk  mendapatkan generasi F1.  Keunggulain lain  penggunaan  kultivar  hibrida adalah lebih toleran hama penyakit, lebih tanggap terhadap pemupukan, pertanaman  dan  tongkol  lebih  se- ragam,  disamping  itu  jumlah  biji lebih  banyak  dan  lebih  berat (Nur., et al, 2006). Menurut Allard, Eds.,(1995) langkah – langkah untuk menghasilkan varietas hibrida yakni : (1) memilih tanaman yang dikehendaki dalam populasi penyerbukan bebas (open pollinated); (2) Selfing (penyerbukan sendiri) tanaman ini melalui beberapa generasi untuk membuat galur inbred yang homozigot; dan (3) mengawin silangkan galur yang dipilih. Benih yang digunakan adalah benih hibrida bermutu, dengan kriteria sebagai berikut :
a.    Standar mutu benih jagung hibrida komersial berdasarkan pengamatan laborato - rium sebagai berikut:
§  Kadar air maksimum 12%
§  Benih murni 98%
§  Kotoran benih maksimum 2%
§  Benih varietas lain 0,2%
§  Daya tumbuh 90%
 b. Ciri-ciri benih bermutu adalah tidak keriput, bebas dari luka/bebas gigitan hama pengganggu, sehat, tidak terinfeksi cendawan/bakteri.
c.  Kebutuhan benih jagung hibrida untuk pertanaman 1 ha antara 15-20 kg tergantung varietasnya. Varietas jagung hibrida dengan beberapa sifat pentingnya terdapat pada lampiran. Setiap kali tanam harus memakai benih jagung hibrida baru (Barazi, 2011).
2.2 Lahan Marginal
Lahan marginal merupakan lahan yang miskin kandungan hara, cenderung masam  atau salin, tanah tidak remah, dan terdapat hara mikro dalam jumlah yang sangat besar sehingga bersifat racun bagi tanaman. Menurut Yuwono (2009) Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk keperluan tertentu. Sebenarnya faktor pembatas tersebut dapat diatasi dengan masukan, dan biaya yang harus dibelanjakan. Tanpa masukan yang berarti budidaya di lahan marginal tidak akan memberikan keuntungan. 
Di Indonesia lahan marginal dijumpai baik pada lahan basah maupun kering. Lahan basah berupa lahan gambut, lahan sulfat masam dan rawa pasang surut seluas 24 juta hektar, sementara lahan kering berupa tanah ultisol 47,5 juta hektar dan Oxisol 18 juta hektar (Suprapto, 2003). Berjuta – juta hektar lahan marginal ersebut tersebar dibeberapa pulau, prospeknya baik untuk pengembangan pertanian namun sekarang ini belum dikelola dengan  baik. Lahan – lahan tersebut tingkat kesuburannya rendah sehingga diperlukan inovasi teknologi untuk memperbaiki produktivitasnya (Yuwono, 2009).
Jagung merupakan salah satu tanaman yang relatif toleran terhadap kondisi tercekam, sehingga pengembangan di lahan marginal sangat menjanjikan dalam rangka ekstensifikasi pertanian. Tentunya hal tersebut diimbangi dengan masukan teknologi untuk mengatasi miskinnya hara dan pH tanah yang masam. Lahan marginal yang relatif masam dapat ditanggulangi dengan pengapuran dan ditambahkan nutrien phospat (P) untuk meningkatkan pH dan menjinakkan unsur – unsur mikro yang berlebihan. Jagung diketahui membutuhkan unsur hara esensial yakni Al (alumunium) agar pertumbuhannya, Alumunium keberadaannya relatif berlimpah pada lahan masam. Budidaya jagung akan menghasilkan hasil yang optimal pada lahan marginal (kering) jika dilakukan dengan tumpang sari atau tumpang gilir, selain itu pada area tertentu dibuat embung atau rorak untuk menampung air (tadah hujan).
3.3 Diversivikasi Hasil Pertanian
Sudah sejak lama, program diversifikasi pangan dimunculkan, yaitu ke arah konsumsi produk-produk tepung terutama dalam bentuk mie. Proses tersebut memang patut dicatat sebagai bagian dari proses diversifikasi pangan. Namun disayangkan bahwa makanan alternatif tersebut adalah produk yang berbasis bahan baku impor. Kita terlena untuk banyak mengonsumsi berbagai residual goods, yaitu produk-produk kelebihan dari berbagai negara dengan harga murah yang justru mematikan industri dalam negeri sendiri. Tetapi mari kita menjadikan ini sebagai motivasi, bahwa program Diversifikasi Pangan sangat mungkin diterima oleh masyarakat kita, yaitu melalui ’pengindustrian’ pangan alternatif yang melibatkan kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan promosi (Hasyim dan Yusuf, 2008).
            Diversifikasi pertanian dapat dilakukan dengan cara penganekaragaman usaha pertanian. Mulai dari penanaman tanaman yang berbeda, tidak hanya satu jenis tanaman yang tertentu saja pada lahan yang sama. Selain untuk memenuhi produksi tanaman, diversikasi juga membantu dalam kelangungan lahan pertanian agar tetap produktif. Banyak faktor encdukung terlaksanaya diversifikasi pertanian ini. Faktor tersebut adalah manusia sebagai pelaksana dan alam sebagai sarana (Anne, 2011).





BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jagung merupakan salah satu komoditas strategis dan bernilai ekonomis. Tanaman jagung memiliki karakteristik khusus. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1 m sampai 3 m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini. Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan rambut. Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman.













Dalam perekonomian nasional, jagung penyumbang tebesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat setiap tahun, sekalipun pada saat krisis ekonomi. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional mencapai Rp. 9,4 triliyun dan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp. 18,2 triliyun. Kondisi demikian mengindikasikan besarnya peranan jagung dalam memacu pertumbuhan subsektor tanaman pangan dan perekonomia nasiona secara umum (Zubachtirodin, dkk. 2006).
             Tetapi dilain pihak Data Badan Pusat Statistik Sumut menunjukkan impor jagung terus meningkat tiap tahun. Tahun 2010, jagung impor ke Sumut 6,171 juta ton, naik 925.000 ton dibandingkan dengan tahun 2009 sebanyak 5,236 juta ton. Hingga Oktober 2011, tercatat impor jagung mencapai 5,593 juta ton. Naik lebih dari 500.000 ton dibandingkan dengan periode serupa tahun 2010 sebanyak 5,027 juta ton. Impor jagung itu dari India, Amerika Serikat, Pakistan, Myanmar, Thailand, dan Argentina. Produksi jagung di Sumut 1,35 juta ton per tahun. Jagung dibutuhkan pabrik pakan ternak yang jumlahnya cukup banyak di Sumut, seperti PT Gunung Windutama, PT Charoen Pokphand Indonesia, dan PT Mabar Feed Indonesia. Kebutuhan jagung di Sumut 1.000 ton per hari (Kompas, 2011).
Keadaan tersebut juga berlaku secara nasional, setiap tahun pemerintah Indonesia melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan warganya, hal tersebut juga berlaku pada tanaman pangan lain termasuk padi. Penyebab dilakukannya impor jagung tiap tahunnya antara lain :
a.    Produksi jagung nasional rata – rata relatif rendah yakni 2 – 3,5 ton / ha
b.    Harga jagung tiap kilogram (kg) yakni untuk pipilan kering Rp. 1.600 – Rp. 2000 dipasaran sehingga menurunkan minat petani untuk menanam jagung.
c.    Lahan untuk pertanam jagung relatif sama dari tahun ketahun bahkan cenderung menurun di beberapa wilayah sehingga produksi jagung yang dihasilkan tidak dapat memenuhi permintaan konsumen.
d.   Pemerintah selalu melakukan impor jagung tiap tahunnya dan diperparah dengan permainan pengusaha yang menimbun jagung yang menyebabkan pada musim panen harga jagung relatif murah dan pada waktu yang lain harga jauh lebih mahal.
e.    Rendahnya diversivikasi jagung yang dilakukan oleh petani sehingga harga jualnya tetap rendah. 

















             Berdasarkan data hasil impor yang dilakukan oleh pemerintah, menunjukkan bahwa impor jagung semakin lama semakin besar. Hal ini karena jagung digunakan tidak hanya untuk ketahanan pangan penduduk Indonesia pada periode tahun 2010. Jagung digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk pakan ternak. Di sisi lain, berdasarkan data areal pertanaman dan produktifitas jagung, diketahui bahwa jagung yang ditanam dan dibudidayakan oleh penduduk indonesia masih dapat dikatakan relatif rendah. Dengan rata-rata produktifitas sebesar 2,7 ton / tahun hal ini masih jauh dari yang diharapkan. Kemungkinan yang akan terjadi, pada tahun yang akan datang keperluan akan jagung masih terus meningkat.
            Hal lain yang perlu dilakukan petani adalah dengan menggunakan varietas hibrida dan memanfaatkan lahan marginal. Jagung varietas hibrida yang memiliki produktifitas tinggi dengan perluasan wilayah pertanian, hal ini akan alternatif solusi dalam mengatasi impor. Permasalahan lain juga menyangkut harga jual jagung yang relatif rendah, hal ini akan membuat petani enggan untuk menanam jagung jika masuk dalam musim kemarau atau masa-masa tertentu yang sesuai untuk tanaman jagung.

A.  JAGUNG HIBRIDA
            Varietas unggul merupakan salah satu teknologi inovatif yang handal untuk meningkatkan produktivitas tanaman jagung, baik melalui peningkatan potensi daya hasil tanaman, maupun melalui peningkatan toleransi dan ketahanannya terhadap berbagai cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Selain itu, pembentukan varietas unggul juga bertujuan untuk meningkatkan mutu dan nilai tambah produk dan upaya meningkatkan nilai ekonomi.
Tanaman jagung mempunyai komposisi genetik yang sangat dinamis karena cara penyerbukan bunganya menyilang. Fiksasi gen-gen unggul (favorable genes) pada genotipe yang homozigot justru akan berakibat depresi inbreeding yang menghasilkan tanaman kerdil dan daya hasilnya rendah. Tanaman yang vigor, tumbuh cepat, subur, dan hasilnya tinggi justru diperoleh dari tanaman yang komposisi genetiknya heterozigot.
Varietas hibrida merupakan generasi pertama hasil persilangan antara tetua berupa galur inbrida. Inbrida sebagai tetua hibrida memiliki tingkat homozigositas yang tinggi. Inbrida jagung diperoleh melalui penyerbukan sendiri (selfing) atau melalui persilangan antarsaudara. Inbrida dapat dibentuk menggunakan bahan dasar varietas bersari bebas atau hibrida dan inbrida lain. Pembentukan inbrida dari varietas bersari bebas atau hibrida pada dasarnya melalui seleksi tanaman dan tongkol selama silang diri. Seleksi dilakukan berdasarkan bentuk tanaman yang baik dan ketahanan terhadap hama dan penyakit utama.
            Pasangan gen homosigot akan tetap homosigot dengan adanya penyerbukan sendiri. Pasangan gen-gen heterosigot akan terjadi segresi apabila diserbuki sendiri dan menghasilkan genotipe homosigot dan heterosigot dengan perbandingan yang sama. Apabila terjadi penyerbukan sendiri secara terus menerus maka genotipe yang terbentuk adalah cenderung homosigot atau genotip homosigot makin lama makin besar proporsinya. Jadi, populasi tanaman akan cenderung merupakan kumpulan suatu lini murni (pure lines).











Varietas jagung hibrida merupakan generasi pertama (F1) hasil persilangan dua tetua galur murni atau lebih (Poehlman dan Sleper, 1995). Galur murni didapat setelah dilakukan penyerbukan sendiri (selfing) minimal 5-6 generasi, karena pada generasi kelima secara teoritis didapat tingkat kehomozigotannya yang mendekati 97% (Allard, 1960). Penyerbukan sendiri (selfing) pada tanaman yang secara alami menyerbuk silang menyebabkan terjadinya tekanan silang dalam (inbreeding depression), yaitu kemunduran pada vigor tanaman yang disebabkan oleh bertambahnya frekuensi dari alel-alel homozigot, sedangkan heterozigotannya berkurang 50% pada setiap fokus (Sprague, 1995).
Jika tanaman jagung diserbuki sendiri, keturunan yang diperoleh (galur S1) mempunyai vigor yang lebih rendah daripada tanaman S0 semula, daya hasil berkurang, tinggi tanaman lebih kecil, tongkol lebih besar, dan lain-lain. Sebaliknya jika dua galur yang berbeda disilangkan, maka keturunan yang diperoleh (tanaman F1) mempunyai vigor yang lebih besar daripada kedua galur induknya, seperti daya hasil lebih tinggi, tanaman lebih tinggi, tongkol lebih besar, dan lain-lain (Moentono, 1998). Bertambahnya vigor pada generasi F1 hasil persilangan antar dua galur murni disebut gejala heterosis. Heterosis adalah keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F1) yang melebih nilai atau kisaran kedua tetuanya.
Varietas hibrida dapat dibentuk dengan berbagai macam kombinasi persilangan galur murni. Kombinasi tersebut adalah: Single Cross, Double Cross, Three Way Cross, Top Cross, Modified Single Cross dan lain-lain. Single Cross (SC) adalah hibrida yang berasal dari persilangan dua galur murni. Double Cross (DC) adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara dua Single Cross. Sedangkan Three Way Cross adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara Single Cross dan suatu galur murni yang lain. Top Cross adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara galur murni dengan suatu varietas atau populasi. Modified Single Cross adalah hibrida yang berasal dari persilangan antara Single Cross (yang berasal dari 2 galur yang satu keturunan) dengan galur lain.
Jagung hibrida yang telah dilepas, baik oleh Badan Litbang Pertanian maupun swasta, memiliki potensi hasil 9,0-14,0 ton/ha. Varietas jagung hibrida yang banyak ditanam adalah produk perusahaan multinasional dan yang populer adalah Bisi, Pioneer, dan NK. Jagung hibrida varietas Semar-1 0 dan Bima-1 benihnya diproduksi oleh swasta nasional. Pada umumnya jagung varietas hibrida yang terbaik akan memberikan hasil lebih tinggi dari pada jagung bersari bebas. Hasil rata-rata yang tinggi di beberapa negara Eropa dan Amerika adalah karena digunakannya varietas hibrida. Namun terdapat beberapa kelemahan dari penggunaan varietas jagung hibrida antara lain sebagai berikut:
·      Untuk mendapatkan hasil yang maksimum, varietas hibrida memerlukan pemupukan yang tinggi dan lingkungan tumbuh yang lebih baik.
·      Setiap musim pertanaman, petani harus membeli benih baru (F1) yang harganya relatif mahal.
·      Produksi benihnya sukar dan mahal

A.  Pemanfaatan Lahan Marginal
           Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan untuk suatu keperluan tertentu. Sebenarnya faktor pembatas tersebut dapat diatasi dengan masukan. Tanpa masukan yang berarti budidaya pertanian di lahan marginal tidak akan memberikan keuntungan. Ketertinggalan pembangunan pertanian di daerah marginal hampir dijumpai di semua sektor baik biofisik, infrastruktur, kelembagaan usahatani maupun akses informasi untuk petani miskin yang kurang mendapat perhatian.
Untuk mengetahui apakah suatu lahan termasuk marginal jika digunakan untuk budidaya pertanian dapat dilakukan evaluasi kesesuaian lahan. Semakin banyak sifat tanah yang memiliki harkat tidak sesuai, menunjukkan lahan tersebut marginal. Teknologi dan masukan yang diterapkan pada suatu lahan dapat mengubah sifat tanah sehingga harkatnya menjadi lebih sesuai untuk pertanian. Untuk menjamin kelangsungan usaha pertanian di lahan marginal dapat melakukan tindakan konservasi lahan dan biologi. Bentuk teknologi yang dikembangkan sangat bervariasi tergantung lokasi dan permasalahan pada masing-masing lahan.
Salah satu bentuk lahan marginal adalah lahan kering yang merupakan salah satu sumber daya lahan potensial untuk pengembangan tanaman jagung yang menyebar di Indonesia bagian timur yaitu Sulawesi, sebagian di Jawa, dan Kalimantan. Dari 19 provinsi yang telah disurvei, jumlah varietas unggul yang digunakan petani baru mencapai 75% yang terdiri atas 48% bersari bebas dan 27% hibrida.
Luas lahan kering yang sesuai dan belum dimanfaatkan untuk usaha tani jagung adalah 20,5 juta ha, 2,9 juta ha di antaranya di Sumatera, 7,2 juta ha di Kalimantan, 0,4 juta ha di Sulawesi, 9,9 juta ha di Maluku dan Papua, dan 0,06 juta ha di Bali dan Nusa Tenggara. Potensi tersebut jauh lebih besar dari luas areal pertanaman jagung saat ini (Tabel 2). Namun potensi aktual yang diperuntukkan bagi pengembangan jagung perlu ditetapkan, sebab lahan tersebut juga menjadi sasaran pengembangan komoditas lainnya (perkebunan, hortikultura, pangan lainnya).
Banyaknya lahan yang belum dimanfaatkan di Indonesia selain kesuburan tanah yang relatif rendah sehingga produksi jagung jauh dibawah rata – rata, ternyata masih banyak penyebab lain rendahnya pemanfaatan lahan marginal. Membutuhkan biaya yang tinggi untuk pengolahan awal, membutuhkan teknologi tinggi dalam pengelolaan dan teknik budidaya jagung supaya hasil panen tidak terpaut jauh dari jagung yang ditanam pada tanah normal. Selain itu yang faktor penyebab rendahnya pemanfaatan lahan marginal untuk pertanaman jagung adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan lahan pada tahap awal. Tetapi yang harus diketahui dengan masukan teknologi yang memadai lahan marginal dapat berpotensi menghasilkan produksi jagung yang cukup tinggi yakni hingga 6 – 7 ton per hektar. Salah satu komponen penting  dalam pengelolaan lahan marginal untuk pertanaman jagung yang potensial adalah penggunaan benih unggul yang toleran, menaikkan pH tanah dengan menambahkan bahan organik yang dicamkpur dengan kapur pertanian serta juga ditambahkan pupuk yang mengandung unsur P.  


Sebagai contoh, lahan kering di Provinsi Jambi didominasi oleh jenis tanah Ultisol yang dicirikan dengan rendahnya kandungan bahan organik, tingginya kandungan liat, dimana air terikat pada pori-pori mikro sulit digunakan tanaman sehingga air tidak tersedia bagi tanaman dan horizon argilik dapat merupakan lapisan kedap air sehingga proses infiltrasi lambat dan aliran permukaan lebih cepat terjadi (Hardjo-wigono, 2003). Arsyad, (1989) menyatakan bahwa usaha untuk memperbaiki sifat fisika tanah dapat dilakukan dengan pemberian bahan organik, hal yang sama dikemukakan oleh Hakim et al. (1986) bahwa bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah baik secara fisika, kimia maupun biologi. Selanjutnya ditambahkan bahwa pupuk kandang merupakan salah satu bahan organik yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah.
Teknologi yang dapat diintroduksikan terdiri dari beberapa komponen, yaitu (1) pengolahan tanah, (2) varietas unggul, (3) populasi dan sistem tanam, (4) pengelolaan agro-hara melalui penetapan jenis, takaran, dan cara pemupukan, (5) pemeliharaan tanaman, dan (6) cara panen. Pupuk organik yang digunakan pada paket introduksi berasal dari kotoran sapi yang telah diinkubasi dengan trichoderma, disamping mengefisienkan penggunaan pupuk kimia juga berfungsi untuk meningkatkan atau mempertahankan kesuburan tanah. Kotoran sapi cukup tersedia di lokasi kegiatan, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal oleh petani.
Pada lahan kering beriklim kering dengan curah hujan terbatas dan eratik, penanaman jagung harus tepat waktu agar tanaman tidak mengalami kekeringan. Di daerah dengan curah hujan terbatas, penanaman jagung tidak dapat ditunda. Penundaan waktu tanam menyebabkan tanaman mengalami kekeringan atau bahkan gagal panen. Masalah yang dihadapi dalam penyiapan lahan adalah tanah yang keras pada saat kering, atau lengket pada saat basah. Dalam kondisi demikian, teknik tanpa olah tanah (TOT) dapat diterapkan. Teknik Tanpa Olah Tanah (zero tillage) merupakan cara penanaman yang tidak memerlukan penyiapan lahan, kecuali membuka lubang kecil tempat meletakkan benih. Di negara-negara maju peletakan benih menggunakan alat berat planter yang dilengkapi disk opener, sedangkan di negara-negara berkembang, seperti Indonesia umumnya masih menggunakan tongkat kayu yang diruncingkan di bagian ujungnya (tugal).

A.  Diversifikasi Jagung
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras. Di bidang pengolahan jagung diarahkan untuk mewujudkan tumbuhnya usaha pengolahan jagung yang dapat meningkatkan nilai tambah dan harga yang wajar di tingkat petani, sehingga petani dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka upaya yang akan ditempuh yakni meningkatkan mutu dan pengolahan produk primer (bahan mentah) menjadi bahan setengah jadi dan pengembangan industri berbasis jagung produk dalam negeri.
Hampir seluruh bagian tanaman jagung dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan. Batang dan daun tanaman yang masih muda dapat digunakan untuk pakan ternak sedangkan batang dan daun tanaman yang tua (setelah dipanen) dapat digunakan untuk pupuk hijau atau kompos. Saat ini cukup banyak perusahaan yang memanfaatkan batang jagung untuk kertas. Harganya cukup menarik seiring dengan kenaikan harga bahan baku kertas berupa pulp.
Jagung merupakan komoditas pangan sumber karbohidrat kedua setelah beras, sangat penting untuk ketahanan pangan. Jagung juga berperan penting dalam industri pakan ternak dan industri pangan. Dalam kurun lima tahun terakhir, kebutuhan jagung nasional untuk bahan industri pakan, makanan dan minuman meningkat ±10%-15%/tahun. Buah jagung yang masih muda banyak digunakan sebagai sayuran, perkedel, bakwan, dan sebagainya. Kegunaan lain dari jagung adalah sebagai bahan baku farmasi, dextrin, perekat, tekstil, minyak goreng, dan etanol.
Pengembangan jagung diarahkan untuk mewujudkan Indonesia menjadi produsen jagung yang tangguh dan mandiri pada tahun 2025 dengan ciri-ciri produksi yang cukup dan efisien, kualitas dan nilai tambah yang berdaya saing, penguasaan pasar yang luas, meluasnya peran stakeholder, serta adanya dukungan pemerintah yang kondusif. Dalam periode 2005-2025, produksi jagung nasional diproyeksikan rata-rata tumbuh sebesar 4,26%.
Kondisi di atas menggambarkan bahwa komoditi jagung mempunyai peluang yang sangat besar untuk dikembangkan melalui agribisnis. Jagung banyak diolah dalam bentuk tepung, makanan ringan atau digunakan untuk bahan baku pakan ternak. Dengan adanya diversifikasi, hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk keperluan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Sejalan dengan perkembangan industri pengolah jagung dan perkembangan sektor peternakan, permintaan akan jagung cenderung semakin meningkat dan hal ini dapat membuka peluang lapangan kerja baru.




BAB 4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi adanya impor jagung dari luar negeri maka indonesia harus mampu untuk melakukan intensifikasi jagung. Dengan menggunakan jagung hibrida, perluasan lahan, dan melakukan penelitian-penelitian guna meningkatkan kualitas hasil panen dengan cara diversifikasi hasil panen menjadi produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Diharapkan produktifitas jagung akan meningkat, dan mengurangi ketergantungan pada hasil impor.




DAFTAR PUSTAKA

Allard. 1995. Pemuliaan Tanaman. Jakarta: Rineka Cipta. Terjemahan Manna. Cetakan kedua

Anne. 2011. Pentinganya Diversifikasi Pertanian. http://www.anneahira.com/ diversifikasi-pertanian.html. Diakses 20 Februari 2012

Barazi. 2011. Budidaya Jagung Hibrida. http://rezabarazi.blogspot.com/2011/09/ budidaya-jagung-hibrida.html. Diakses 20 Februari 2012

Departemen Pertanian. 2007. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jendral Tanaman Pangan. www.deptan.go.id. Diakses 20 Februari 2012

Hasyim dan Yusuf. 2008. Diversifikasi Produk Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan Substitusi Beras. Malang: Balai Penelitian Tanaman kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 30 Juli 2008

Nur, Makkulawu, dan Dahlan. 2006. Keragaman dan Kolerasi Komponen Terhadap Kolerasi Komponen Hasil Terhadap Hasil Genotipe Jagung Hibrida. Jurnal Agrivigor, 5 (2): 190-197

Salomonsson. 2011. Morfologi dan Klasifikasi Tanaman Jagung. http://mukegile 08.wordpress.com/2011/06/06/morfologi-dan-klasifikasi-tanaman-jagung/. Diakses 20 Februari 2012

Suprapto. 2003. Pengembangan Sumber Daya Lahan dan Air di Indonesia. Dalam FAO Invesment in Land and Water. Proceeding of Regional Consultation

Yuwono. 2009. Membangun Kesuburan di Lahan Marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 9 (2): 137-141

Zubachtirodin, Pabbage, M.S., dan Subandi. 2006. Wilayah Produksi Dan Potensi Pengembangan Jagung. Maros: Balai Penelitian Tanaman Serelia








Tidak ada komentar:

Posting Komentar